Skip to main content

Yang Maha Gembira (Daur-II • 273)

Ketika Tuhan tersenyum, terciptalah Pasundan”. Begitu seorang komponis keindahan memilih bentuk ungkapan rasa syukurnya. Gembira atas anugerah tanah Pasundan nan indah dan kaya raya. Bangga dijadikan manusia Sunda dengan kehalusan jiwanya.

Orang Madura boleh tak mau kalah. “Ketika Tuhan tertawa ceria, terciptalah Madura”. Manusia Madura sangat percaya diri. Jiwanya bebas. Pikirannya liar. Logikanya unik. Keberaniannya membelah kehidupan dan ketangguhannya melawan tantangan, tak tertandingi.

Tetapi harus dijaga ungkapan itu jangan sampai keluar dari ranah puisi, amsal dan simbolisme-romantik susastra. Jangan lompat masuk ke fakultas ilmu, kecuali berbekal rentang dinamis antara fisika dengan metafisika. Cara pandang ilmu itu kategoristik dan lurus-lurus. Ilmu bertanya: Tuhan kok tersenyum. Apalagi tertawa ceria.

Hati-hati terpeleset di jalan licin Mujassimah: menjisim-jisimkan Tuhan. Menjasad-jasadkan Malaikat. Meskipun Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar, jangan bayangkan Ia punya mata dan telinga seperti kita. Meskipun Ia menginformasikan: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.[1] (Ali ‘Imran: 26) – jangan lantas membayangkan Tuhan punya tangan, lengan, jari jemari, kuku dan helai-helai bulu seperti makhluk.

Si Markesot itu kadang nyerempet-nyerempet Mujassimah. Pernah sambil senyum-senyum nggak enak ia bercerita bahwa dulu sejumlah Malaikat disuruh Tuhan mengambil tanah liat di Bumi untuk bahan bikin Adam, tapi dihalangi oleh Iblis, yang sejak 1000 tahun sebelumnya sudah punya Kerajaan di Bumi. Yang akhirnya berhasil ambil tanah “lempung” adalah taktik Malaikat Izroil. Beliau meladeni duel melawan Iblis yang menghalangi tugasnya. Nah, ketika perkelahian terjadi, Malaikat Salim yang diam-diam diajaknya serta turun dari langit ke Bumi: mengambil segenggam besar tanah liat.

Iblis merasa terjebak oleh siasat Izroil, naik pitam, berlari mengejar Izroil dan Salim dari bumi hingga langit. Ketika Izroil terbang dan melompat ke Sorga, sejumlah tanah sorga terlempar oleh kaki beliau. Petilan tanah Sorga itu terjatuh ke Bumi, dan menjadi Indonesia.

Kalau narasi Mujassimah Markesot itu dosa, Allah yang menghukum Markesot. Tapi semoga Allah mengampuninya. Sebab maunya dia itu bersyukur atas karunia Allah yang berupa Indonesia. Segala-galanya tentang Indonesia adalah rahmat dan barokah. Sekadar terbersit saja kata Indonesia dalam ingatan, merekahlah kegembiraan. Benih-benih kegembiraan di tanah Indonesia, menumbuhkan pohon-pohon kebahagiaan bagi siapapun saja yang tinggal di atasnya, dari zaman ke zaman.

Putra ragil Pak Kuswoyo, yakni Kusyoko, alias Yok, mengabadikannya: “Orang bilang tanah kita tanah Sorga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Keluarga Kuswoyo adalah manusia-manusia pensyukur, dan hidup di dunia khusus untuk menyebarkan kegembiraan sejak era 1960-an hingga kini. Maka karya terakhir Yok Kuswoyo yang saya tahu adalah lagu lembut mendalam dengan lirik terjemahan Al-Fatihah.

Tanah air Indonesia Raya adalah salah satu karya unggul Allah swt dari kandungan kegembiraan-Nya. Maka ummat manusia yang tinggal di Indonesia selalu bermurah hati kepada seluruh penduduk dunia, menggembirakan para tetangga dan tamu-tamunya.

Yogya, 18 November 2017
 

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu