Skip to main content

Posts

Showing posts from 2012

Para Kekasih Iblis

Semakin banyak orang tahu bahwa dunia ini bergerak menuju “Indonesia harus terus hidup, tapi jangan sampai besar dan kuat. Negara Indonesia harus lemah, bangsa Indonesia harus kerdil”. Maka orasi seorang tokoh tua di sebuah “rapat gelap” ini mungkin justru merupakan ungkapan cinta yang mendalam dan pembelaan kepada Indonesia: “Kita bangsa Indonesia jangan sampai berhenti berjuang sebelum Indonesia benar-benar total kehilangan Indonesianya. UUD perlu kita amandemen terus sampai berapa kalipun sampai kelak nasionalisme dan kedaulatan keIndonesiaan terkikis habis”. “Setiap bikin undang-undang baru, peraturan-peraturan baru, di lembaga kenegaraan sebelah manapun, di tingkat paling atas sampai bawah, sebaiknya dipastikan menuju proyek besar sejarah de-nasionalisasi Indonesia hingga titik paling nadir”. “Demikian juga policy dan penanganan segala bidang: perdagangan, pertanian, perpajakan, pendidikan, kebudayaan, sampaipun cara berpikir dan selera makan, hendaknya jang

Presiden

 Presiden kita berikutnya jangan asal presiden. Rakyatlah yang harus mencari pemimpin bukan menunggu orang-orang yang menyodorkan diri untuk menjadi pemimpin. Rakyat adalah pemegang kedaulatan. Mari kita belajar untuk tidak meneruskan tradisi kelalaian: membiarkan diri dipimpin ”pemimpin setoran” perusahaan bernama partai politik. Parpol tidak perlu pemimpin sejati. Ekspektasi parpol adalah laba sehingga dipilihlah pemimpin yang paling menguntungkan perusahaannya. Kalau konstitusi dan undang-undang tidak memungkinkan rakyat mencari pemimpin, berarti undang-undang dibuat tanpa kejernihan ilmu, kejujuran demokrasi, dan kecintaan kepada rakyat. Saya tidak percaya bangsa Indonesia hobi masuk ranjau sehingga menjalani sejarah dengan gairah sakit jiwa mencari ranjau-ranjau baru. Apakah penderitaan dan ketertindasan sudah menjadi narkoba psikologi dan budaya kita? Mari melipatgandakan kriteria dibanding presiden-presiden sebelumnya. Ini negara besar dan kaya raya, tetapi dikelola den

Merindu Nasionalisasi Indonesia

   Berangkat dari Jokowi ke Indonesia, esai ini bukan tentang pemilihan gubernur, politik Indonesia, atau baik-buruknya pemerintah dan pejabat. Inilah kerinduan manusia Indonesia.    Seusai Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta, bangsa Indonesia kini menggerakkan kaki sejarahnya menuju 2014. Namun, imaji mereka terhadap 2014 sangat buram dan penuh kesemrawutan.    Bangsa Indonesia hampir mustahil menemukan calon pemimpin yang berani pasang badan, misalnya untuk nasionalisasi Freeport. Bahkan, menghadapi kasus seringan Century, bangsa kita tidak memiliki budaya politik kerakyatan untuk mendorongnya maju atau menarik mundur.    Yang rutin, bangsa Indonesia adalah ketua yang tidak berkuasa atas wakil-wakilnya. Bagai makmum shalat yang tidak berdaulat untuk memilih imamnya. Bangsa Indonesia hidup siang-malam dalam penyesalan, dalam kekecewaan atas diri sendiri, tetapi dicoba dihapus-hapus dari kesadaran pikiran dan hati karena mereka selalu tidak mampu mengelak untuk memasrahkan kebun