Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2009

Obama-Obama Kita

Sungguh gembira hati ini menyaksikan semakin bermunculan para calon pemimpin bangsa. Panggung demi panggung terbangun. Terkadang mereka tampak bersaing ketat, tetapi kemudian nyata sekali bahwa mereka sesungguhnya bukan memikirkan eksistensi, kepentingan, atau ambisinya masing-masing, melainkan bersama-sama mengkonsentrasikan diri pada kepentingan bangsa. Lihatlah itu Dewan Integritas Bangsa: Salahuddin Wahid, Bambang Sulistomo, Marwah Daud Ibrahim, Rizal Ramli, dan masih banyak lagi. Kompetisi di antara mereka bukanlah yang terpenting, melainkan kebersamaannya untuk siap memimpin bangsa. Begitu tampak wajah Gus Sholah, muncul kalimat di hati: "Gus Dur sudah uzur? Masih ada Gus Sholah." Sekilas wajah Rizal Ramli membuat decak kagum: "Gila, ini orang berani menantang debat Presiden SBY." Marwah Daud? "Kartini abad ke-21, intelektual, lihat ketangkasan geraknya di panggung nasional." Dan Bambang Sulistomo: "Bung Tomo saja sudah bikin g

Rekor Masuk Neraka

Andaikan makhluk yang bernama fatwa sudah sejak dulu menemani bangsa Indonesia, tentu masyarakat kita menjadi terbiasa bergaul dengannya sehingga tidak mudah uring-uringan seperti yang hari-hari ini terjadi. Misalnya pada awal 1900-an kaum ulama melontarkan fatwa bahwa Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia itu wajib hukumnya (sehingga tidak bangkit itu haram hukumnya). Demikian juga mempersatukan seluruh pemuda Indonesia itu fardhu kifayah( semua orang tidak bersalah asal ada sebagian yang menjalankannya). Sumpah Pemuda itu fardhu ‘ain, kewajiban bagi setiap orang, kalau tidak bersumpah bergabung dalam persatuan Indonesia haram hukumnya. Berikutnya begitu Hiroshima- Nagasaki dibom atom, ulama Indonesia sigap melontarkan fatwa bahwa memproklamasi kan kemerdekaan Republik Indonesia itu wajib sehingga masuk neraka bagi siapa saja yang menolak 17 Agustus 1945. Lantas diikuti oleh ratusan atau bahkan ribuan fatwa berikutnya: demokrasi itu wajib (meskipun di dalamnya ada k

Pemilu, Golput, Fatwa

TULISAN ini sekadar mengandaikan bahwa fatwa ulama benar-benar ‘nimbrung’ ke dalam urusan pemilu, pilkada, dan golput dari segala sisi dan kemungkinannya. Bagi mereka yang serius mempertimbangkan halal-haram dalam menjalani kehidupan, jangankan soal golput, sesendok makanan sebelum masuk mulut dihitung dulu seluruh faktornya sampai sah disebut halal. Beli sebotol air, benda airnya itu sendiri mungkin tak ada masalah, tapi perusahaan apa produsernya, bagaimana asal usul keuangannya, posisinya dalam konstelasi keusahaan masyarakat luas ‘menyakiti’ pihak lain atau tidak. Identifi kasi dan analisis menuju kepastian halal mungkin bisa lebih luas, detail, dan ruwet daripada itu. Maka Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim memerlukan ‘label haram’ bukan ‘label halal’. Di negara-negara yang muslimnya minoritas memerlukan ‘label halal’ karena di belakangnya terdapat asumsi bahwa makanan dan minuman umumnya ‘belum tentu halal’. Tapi di negara mayoritas muslim asumsinya ad