Skip to main content

KENDURI CINTA SI UDIN (Hal Salah Tujuan dan Skedul 2018)


Salah seorang sesepuh anak-anak saya di Kenduri Cinta Jakarta, Ustadz Noorshofa, bercerita tentang Udin, anak muda Betawi yang tiba-tiba di suatu larut malam dibangunkan dari tidurnya oleh Malaikat Izroil.

Lho. Bagaimana si Udin bisa tahu bahwa itu Baginda Izroil? Apakah ia pernah berkenalan sebelumnya? Tidak. Belum. Udin tahu saja. Tahu begitu saja. Apa kau kira yang kau tak tahu pasti tidak benar atau tidak ada. Jangan pikir kehidupan ini sebatas yang kau tahu. Jangan sangka hidup ini hanya sejauh yang kau tahu.

Pun jangan simpulkan bahwa pengetahuan hanya segala sesuatu yang kau tampung di memori otakmu. Jangan bersombong diri bahwa yang punya akses untuk tahu hanyalah potensi intelektualmu. Jangan klaim bahwa pori-porimu, sel-sel tubuhmu, atau mata dan telingamu itu sendiri tak memiliki dialektika dengan pengetahuan. Kau menyimpulkan bahwa dirimu adalah kau sendiri, atau kau hanyalah dirimu sendiri.

Kalau yang menemui Udin bukan Izroil, kira-kira siapa yang punya keberanian untuk iseng-iseng tampil menyerupai beliau? Apa tidak terlalu berisiko?

Andaikan yang hadir adalah kekasih Udin Nabi Muhammad saw, sudah ada konfirmasi baku bahwa tidak ada makhluk apapun yang bisa memanipulasi wajah dan kehadiran beliau. Tapi bagaimana Udin tahu bahwa yang mendatanginya adalah Izroil, bukan Nabi Muhammad? Apakah karena bentuk tubuhnya? Pakaiannya? Wajahnya? Atau ciri-ciri lain, yang Udin pernah mengetahuinya dari bacaan atau informasi lain?

Apakah kehadiran Malaikat Izroil sekadar khayalan, persangkaan, pengetahuan ataukah keyakinan Udin? Pernahkah manusia benar-benar meneliti pilah, perbedaan, jarak atau kerancuan antara empat kemungkinan itu? Bahkan pada sebuah disertasi yang diakui kredibilitas ilmiahnya, tidak adakah kadar persangkaan, khayalan, klaim, keyakinan atau apapun dan bukan benar-benar pengetahuan?

Bahkan apa yang kau maksud dengan pengetahuan? Objektivitas kenyataan? Yang kau agung-agungkan sebagai puncak kebenaran? Kalau di depan tergolek sebuah mangga, apakah ia benar-benar mangga, ataukah sekadar hasil perjanjian sosial bahwa itu disebut mangga? Kalau kau ditaburi cahaya, benarkah itu cahaya? Kalau kau sedih karena miskin, apakah itu karena kemiskinan itu sendiri ataukah karena konsepmu tentang kemiskinan?

Maka hatimu jengkel ketika tetangga menyatakan bahwa Tuhan itu khayalan. Tuhan itu mitos. Dongeng. Kau mabuk dan nyandu oleh yang kau sangka Tuhan. Orang sederhana macam si Udin tidak peduli pada seluruh perdebatan itu. Ia yakin dan tahu bahwa yang mendatanginya adalah Malaikat Izroil. Faktanya sederhana, tamu aneh itu membawa tumpukan nama, daftar manusia-manusia yang beliau bertugas mencabut namanya secara berurutan malam itu.

Dan nama si Udin tertera di urutan pertama. Tentu saja mau pingsan Udin. Ia shock beberapa lama. Tapi kemudian ia coba mengatasi dirinya. Tersenyum setengah dipaksakan kepada tamunya. Dan mencoba menawar: “Pak Izroil santai dulu lah…”, katanya, “duduk-duduk dulu ambil napas panjang, kan capek perjalanan dari langit ke bumi. Saya bikinkan teh panas manis kental, Pak Izroil minum-minum dulu barang setengah jam. Setelah itu silakan menjalankan tugas…”

Ternyata Baginda Izroil Malaikat yang santun dan bukan petugas yang kejam dan tega hati. Ia memenuhi permintaan Udin. Tapi ternyata Udin diam-diam punya rencana yang manusiawi dan Indonesiawi. Ia ke dapur, memasak air, menyiapkan racikan teh, ditaburi serbuk obat bius. Dan setelah disuguhkan dan Baginda Izroil meminumnya, beliau merasakan sesuatu yang belum pernah dialaminya: mengantuk, kemudian tertidur sangat pulas.

Dan selama baginda Izroil tidur, Udin mengubah tumpukan kertas nama-nama calon orang mati itu. Udin memindah namanya dari urutan pertama menjadi urutan terakhir di daftar OTT-KPK langit itu.

Sebenarnya Udin agak takut-takut juga. Ia tidak bisa memperkirakan akan bagaimana akibatnya. Dan ketakutannya makin memuncak karena Baginda Izroil tidak bangun sampai lebih satu jam. Di puncak kepanikannya, Udin membangunkan beliau. Berkali-kali baru bangun. Kemudian mengangkat tubuh, wajah beliau agar kaget dan bingung. Ia menoleh ke Udin dengan wajah yang menakutkan.

Udin yang gemetar segera memberanikan diri berkata: “Pak Izroil mohon maaf saya bangunkan dari tidur nyenyak Bapak. Mungkin Bapak baru pertama kali ini minum teh, sehingga kaget dan tertidur. Saya khawatir nanti kalau tidak bangun-bangun Bapak tidak segera bisa menjalankan tugas malam ini, sehingga saya nekat membangunkan Bapak…”

Ternyata Baginda Izroil tidak marah. Beliau tersenyum dan malah menyampaikan terima kasih kepada Udin. Gembiralah hati Udin, campur cemas karena ini berarti ia akan segera dieksekusi. Tetapi Baginda Izroil mengungkapkan kata-kata yang tak disangka-sangka oleh Udin: “Din, wah, aku sangat berterima kasih kamu telah membangunkanku dari tidur, sehingga aku tidak kehilangan waktu dan menyalahi ketetapan perintah Allah. Sebagai balasan kepada jasamu, aku kasih kau kemurahan: yang kucabut nyawanya kuurut dari belakang atau dari nama yang terakhir…”

Kali ini Udin benar-benar pingsan. Badannya lunglai dan rebah ke lantai. Gantian kemudian Izroil yang menolong membangunkannya. Udin didudukkan sambil dipeluk dan diusap-usap dengan penuh kasih sayang.

“Apakah kamu belum siap mati, Din”, tiba-tiba Izroil bertanya.

Udin menjawab lirih. “Sebenarnya sejak lama sudah siap mati sih”, jawab Udin, “hanya saja aku belum tega meninggalkan Indonesia, karena aku benar-benar amat mencintainya”.

Udin mengemukakan bahwa Indonesia sedang dirundung bermacam-macam masalah dan penyakit yang tidak ada ilmu dan metode untuk menyembuhkannya. Negara Indonesia salah fondasinya. Salah tujuan sejarahnya, berbalikan dari falsafah Pancasila yang sudah dicanangkannya. Pilar-pilarnya ditancapkan juga tidak pada tempat yang bisa mengokohkan bangunannya. Aturan main keluarga dan rumah tangga di rumah Indonesia juga serabutan dan banyak ngawur. Rakyat Indonesia sudah terlalu lama merindukan perubahan, tetapi para pemimpinnya mempertahankan kesalahan-kesalahan itu, karena mendapat keuntungan pribadi sangat besar dengan sistem itu. Andaikan diperkenankan oleh Allah, aku ingin usiaku diperpanjang sedikit, agar bisa terus berikhtiar untuk turut memperbaiki Indonesia, meskipun sangat sedikit dan kecil peranku.

Di luar dugaan Udin, Izroil menjawab; “Keinginanmu persis sama denganku, Din, tetapi aku mustahil membantah atau melanggar ketentuan Tuhan kita. Kematianmu malam ini sudah diskedul jauh-jauh abad sebelum ada Indonesia”

“Tapi aku tidak tega”, Udin seperti merintih.

“Terus terang ya Din”, kata Izroil, “kau tak perlu pusing soal Indonesia. Nanti di pengadilan akhirat kau tidak akan ditanya atau ditagih hal-hal tentang Indonesia. Sebab kamu bukan pejabat, tidak dimandati apa-apa, dan tidak digaji oleh siapa-siapa, kecuali oleh kerja kerasmu sendiri sebagai rakyat kecil”

“Tetapi aku akan memasuki kematian tetap dengan hati sangat sedih mengingat Indonesia”, kata Udin lagi.

“Gini, Din”, Izroil memegang pundak Udin, “nanti begitu nyawamu kucabut, kamu langsung saja terbang mencari Pakde-mu Iblis. Beliau itu pakar Indonesia. Beliau sangat berkuasa di Indonesia. Beliau mengerti segala hal tentang Indonesia. Akses kekuasaan beliau sangat besar dan merasuk sampai ke dalam jiwa para pengurus Indonesia. Beliau memegang kendali apa saja yang berlangsung di Indonesia. Hal-hal mengenai kebijakan pemerintahan, birokrasi, korupsi, manipulasi, tipudaya, rekayasa dan apa saja, ada di genggaman tangan Pakde-mu Iblis. Udin jangan takut sama beliau. Beliau sangat halus dan lembut. Mampu memasuki pori-pori yang terkecil di hati manusia, merasuki lubang-lubang nucleolus jiwa manusia. Bahkan Pakde-mu Iblis punya kesanggupan untuk menelusup masuk ke dalam ruang terdalam roh manusia yang sedang bersembahyang…”

Panjang lebar Baginda Izroil menjelaskan hal-hal tentang wilayah yang berada dalam kendali kekuasaan Iblis di Indonesia.

Tiba-tiba Udin nyeletuk: “Pak Izroil, aku mau manja nih. Boleh nggak aku melihat daftar tugas cabut nyawa Bapak untuk tahun 2018, syukur tahun-tahun berikutnya…?”.


Yogya, 3 Oktober 2017
Emha Ainun Nadjib
#Khasanah




Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak