Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2010

Metode Iqra' untuk Konsolidasi Strategis

Konsolidasi Idiil Apakah kita pernah berpikir sungguh-sungguh, bahwa metode-metode iqra' sanggup kita tumbuhkan dan diperkembangkan, sehingga kita tidak terlampau bertele-tele menemukan perspektif dan sistematika keilmuan Islam yang sesungguhnya demikian gamblang dipaparkan secara substansial dan metodologis oleh dialektika tiga informasi dari Allah yaitu : alam semesta, kehidupan manusia dan Al Qur'an. Dengan demikian kelak mubaligh kita sanggup menemukan relevansi dan integritasnya terhadap kewaji)an-kewajiban mengkhalifahi konsep dan terapan rahmatan lil'alamin. Pada saat itu nanti, saya tidak akan terlalu sibuk menjadi mubaligh darurat seperti pekerjaan saya hari ini. Amat sayang bahwa Kaum Muslimin belum sungguh-sungguh terdidik dan dibesarkan oleh kebiasaan metodologis dan memakai terminologi keilmuan Islam. Kita disusun oleh mono aspek tradisi syariat, sedangkan untuk segi-segi keilmuan kita digurui oleh 'orang asing' yang pada tingkat tertentu justru telah m

Manusia Pasca Ibrahim

Kata orang arif, kebanyakan Kaum Muslimin dewasa ini maqam ilmu hidupnya 'masih Hindu', ada juga gejala 'sudah Budha' atau bahkan 'sudah Kristen', namun kondisi rata-ratanya adalah 'belum Islam'. Jadi masuk akal kalau pengetahuan mengenai kesempurnaan Islam atau kepamungkasan kenabian Muhammad lebih diterima sebagai dogma gelap dari pada basil internalisasi. Tidak diketahui dan kurang dipelajari oleh kebanyakan Kaum Muslimin tanjakan-tanjakan kwalitatif ilmu kehidupan yang diperankan oleh urutan-urutan '25 aktor' Rasul menuju al-ufuq al-mubin yang bernama Islam. Orang Islam tiap hari berpuluh-puluh kali mengucapkan 'Allahu Akbar' tidak karena takjub oleh setiap terminal penghayatan ilmu, rnelainkan karena "setiap serdadu harus apel di setiap Parade Senja". Peluang untuk thalabul 'ilmi secara jujur juga makin sempit peluangnya oleh politik misalnya oleh konsep SARA yang ndeso. Tidak populer bagi kita progressi dari 'Adam
Da'wah Kampus Pasca Mataram Da'wah di kampus merupakan sebuah fenomena mengesankan. Kampus sebagai lapisan masyarakat tersendiri, adalah agen penting dari pertumbuhan hari depan bangsa. Namun, tak dapat diabaikan pula tumbuhnya lembaga da'wah di luar kampus, yang formatnya sudah bukan tradisi lagi. Di Yogyakarta, misalnya, ada angkatan muda masjid yang begitu gairah mengaji Islam. Dengan demikian, da'wah di kampus, tumbuh dan berkembang seiring dengan da'wah di luar kampus. Kenyataan ini, sekali lagi membuktikan, bahwa Islam tidak dapat ditekan dan dilenyapkan dalam keadaan sulit macam apapun. Dinasti Mataram Jika diamati, ada kaitan erat antara perkembangan historis Ummat Islam dengan dunia perpolitikan Indonesia. Sejak keruntuhan Majapahit dan dimulainya kekuasaan Mataram, hingga saat ini, kasusnya sama saja. Kerajaan-kerajaan tersebut memiliki inti kekuasaan Jawa. Mereka mencoba merangkui Islam sebagai bagian dari Jawa, tapi dengan syarat, kebudayaan Islam yang m

Orang Maiyah dan Gerbang Ghaib

Kepada Mujahidin Mujtahidin Maiyah Dari Muhammad Ainun Nadjib Bismillah-ir-Rahman-ir-Rahim Subhanallah 1. Maiyah bukan karya saya, bukan ajaran saya dan bukan milik saya. 2. Orang-orang Maiyah bukan santri saya, bukan murid saya, bukan anak buah, makmum, jamaah atau ummat saya. 3. Setiap hamba Allah memiliki hak privacy untuk berhadapan dengan Tuhannya, tanpa dicampuri, digurui atau diganggu oleh makhluk apapun, terlebih lebih lagi saya. 4. Saya tidak berani, tidak bersedia dan tidak mampu berada di antara hamba dengan Tuhannya. 5. Saya tidak boleh meninggikan suara melebihi suara Nabi, apalagi meninggikan suara melebihi Tuhan. 6. Saya tidak boleh lebih dikenal oleh siapapun melebihi pengenalannya kepada Nabi, apalagi Tuhan. 7. Saya wajib menghindari kemasyhuran yang membuat orang lebih memperhatikan saya, lebih dari kadar perhatiannya kepada Allah dan Nabi. 8. Saya wajib menolak kedekatan siapapun kepada saya melebihi kedekatannya kepada Nabi dan terutama kedekatannya kepada Tuhan. 9.

Teokrasi Islam Sebagai Persoalan Ilmu dan Sebagai Persoalan Politik

Pemikiran tentang pemisahan antara Negara dengan Agama selalu dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana menentukan batas-batas otoritas antara keduanya, serta bagaimana memproporsikan kontekstualitasnya balk pada level kehidupan pribadi dan budaya masyarakat, maupun pada level institusi dan birokrasi di mana muatan nilai-nilai itu dilegalisasikan. Pada kenyataan kesejarahannya, setidaknya di Indonesia, kabumya konsepsi tentang batas-batas tersebut, cepat atau lambat potensial untuk menjadi kontroversi, bias, atau bahkan konflik yang sama sekali tidak bisa dianggap tidak serius. Sejauh ini, dalam realitas kenegaraan dan kemasyarakatan, kekaburan itu telah "menginventariskan" ketumpang-tindihan batas otoritas, bahkan keberlebihan klaim otoritas Negara di satu pihak dan semacam keagamaan pihak Agama di lain pihak. Ketika KH Abdurahman Wahid melontarkan hasil persepsinya bahwa "di dalam Islam tidak ada konsep negara", pertanyaan keilmuannya adalah: Bagaim