Skip to main content

Ango`an Potèh Tolang, Setnov (Daur-II • 275)

Andaikan Markesot dikenal oleh Setya Novanto dan ditanya tentang keadaannya hari-hari ini, mestinya Markesot menjawab begini: “Etembang potèh mata, ango`an potèh tolang, ta`iye!“. Daripada mata tinggal putihnya karena malu dan terhina, lebih baik mati badan tercabik-cabik tinggal tulang putih”.

“Apa yang kau mau pertahankan lagi? Kau banting sendiri martabat dan harga dirimu, dan kini semua orang sekampung menginjak-injakmu? Kau menelanjangi dirimu sendiri bulat-bulat di spotlight panggung nasional dan dunia. Kau hancurkan sendiri eksistensi dan reputasimu, dan burung-burung pemakan bangkai mencabik-cabik nasibmu, mencucupi dan mereguk darahmu. Kepalang, Setnov. Daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah…”

Memang Setnov sedang berhadapan dengan tiga kekuatan. Pertama, Tuhan yang menciptakan dan menghidupkannya. Kedua, KPK dan sistem hukum Negara. Ketiga, suara-suara dari kegelapan yang melemparinya ancaman-ancaman terhadap keselamatan nyawanya, nyawa anak istri dan keluarganya. Pastilah yang terakhir itu yang paling mengerikan baginya.
***
Kalau ada yang ditangkap oleh petugas hukum karena korupsi, atau pelanggaran hukum apapun, yang kebetulan kenal dan punya nomor HP-nya —kirimlah ucapan selamat melalui SMS atau WA atau BBM: “Selamat ya, Anda sedang berjuang menegakkan kebenaran. Semoga berkah Allah menaburi Anda sekeluarga”.

Tapi mustahil Markesot orang bawah kenal dengan KH (HC) Setya Novanto yang levelnya nun di atas. Tapi mungkin Anda mengenalnya, dan mungkin berkenan memberi ucapan selamat kepadanya. Lantas mungkin ada yang bertanya “Kok kasih ucapan selamat kepada orang yang ditangkap dan akan mau masuk bui?”. Atau ada yang menambahkan “maling kok disebut sedang berjuang menegakkan kebenaran?”.

Maling kan posisi manusia ketika mencuri. Pulang ke rumah ia Bapak dan Suami yang sayang anak-anak dan istri. Sesudah itu ia pergi ke manapun memanggul utang kepada kehidupan, atas dasar pencuriannya. Selama ia belum membayar utang, ia masih berposisi salah dan minus. Begitu ditangkap, diproses hukum kemudian dipenjarakan: ia menjalani kebenaran menuju titik Nol.

Salah + dihukum = benar. Salah + tidak dihukum = salah kuadrat. Orang yang tinggal di penjara adalah para pejuang dan penuntas kebenaran. Ia benar-benar harus berjuang dengan ketahanan dan kesabaran, sebab posisinya minus (-). Nanti begitu masa hukumannya habis, posisinya Nol kembali.
Manusia itu 0, seolah-olah ada. Hanya Allah yang 1, yang sejati ada. Baqa`. Allah Ahad. Tunggal.
Ketuhanan Yang Maha Tunggal. Sedangkan manusia itu Fana, sejatinya tiada. Kemesraan cinta antara Allah dengan manusia adalah aransemen 01010101 Dunia Maya sampai tak terhingga: semua penghuni Bumi kini sedang menikmati kemesraan itu melalui gelembung IT, cumbu rayu animasi dan persilangan hologram antara ada dan tiada.
***
Akan tetapi Setnov kini “sangat ada” karena wajahnya sangat muncul di titik minus-sekian. Kalau yang dihadapinya sekadar KPK dan hukum Negara, tidak pelik: “Songsonglah badai. Terjun masuk ke kawah api. Dengan dada terbuka dan wajah tegak, tampillah duduk gagah di kursi pengadilan. Buka blak-blakan semua yang selama ini disembunyikan, sebut semua nama-nama itu, yang seharusnya menemanimu di sel-sel penjara”.

“Engkau tidak sendirian berkubang kedhaliman. Kau hanya bagian menonjol dari orkestra-orkestra besar maupun kecil, dan engkau bukan pemetik gitar tunggal. Korupsi di Negerimu adalah sebuah sistem besar, habitat yang akut, budaya yang mendalam hingga ke cara berpikir serta naluri perilaku. Mungkin juga mafia besar yang sistemik-strategis. Bahkan mungkin sudah mulai bisa disebut peradaban…”

KPK mestinya tahu persis berapa jumlah Setnov di tumpukan map-mapnya. Juga tidak mungkin tidak tahu berapa jumlah dan siapa saja anggota Orkestra Setnov. Ia berposisi strategis untuk mungkin menjadi “pahlawan”, dengan perjuangan mendorong pengembangan dari “Pengadilan gitar tunggal” menjadi “Pengadilan Orkestra”. Tetapi sebagaimana sejumlah terhukum korupsi sebelumnya, Setnov mungkin tak punya daya untuk melewati jembatan “Jer basuki mowo beo”: perjuangan meminta ongkos pengorbanan. Mahalnya “mowo beo” yang ditimpakan mungkin takkan tertanggungkan olehnya. Sampai-sampai tiang listrik, suntik infus kanak-kanak serta jidat dan bakpao ia libatkan.
Semua orang sedang nobar untuk tahu apakah Setnov adalah Superman ataukah Supermie.

Padahal kalau urusannya “hanya” dengan Allah, jalan dilapangkan oleh-Nya juga: “Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. [1] (Ali ‘Imran: 135-136)

Kalau “mowo beo” itu dieksekusikan, keluarganya dinantikan oleh Malaikat Ridlwan dan para Mujahidin serta Syahidin di sorga, dan ia sendiri punya kemungkinan yang sama. Karena berani menguakkan kebenaran dalam kehidupan di dunia. Qulil haqqa walau kana murran. Ungkapkan kebenaran, meskipun pahit. Atau bahkan jauh lebih dari sekadar pahit.

Yogya, 20 November 2017

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu