Skip to main content

RADIKALIS MERAH PUTIH


Agak jengkel tapi juga takjub. Kenapa dalam legenda “Ande-ande Lumut”, yang ditolak lamarannya adalah Kleting Abang (Merah) dan Kleting Putih. Lebih uring-uringan lagi karena yang diterima untuk diperistri Ande-ande Lumut malah Kleting Kuning. Mosok Golkar. Apa Ande-ande Lumut sekarang Muallaf, sehingga terpesona pada KH. Setya Novanto Muttafaqun ‘Alaih. Bagaimana tidak gemes. Kleting Merah dan Putih ditolak karena tidak suci. Kok mau-maunya ditiduri oleh Prabu Yuyu Kangkang sebagai syarat untuk diseberangkan dengan multi-infrastruktur ke seberang sungai, minad-dhulumati ilan-nur, minal kemiskinan ila kemakmuran.

Mbok Rondo Dadapan bangga pada idealisme dan nasionalisme Ande-ande Lumut putra-garudanya. Tetangga sebelah kiri berkomentar: “Merah Putih itu melacurkan diri pada Ya’juj Kapitalis dan Ma’juj Liberal”. Tetangga sebelah kanan nyeletuk: “Merah Putih itu menyembah Thoghut”. Yang di belakang juga ngomel: “Memang mereka itu radikalis merah putih. Kesucian harga dirinya diradikali sendiri”

Tetapi mungkin masyarakat sekarang ini sudah tidak mengerti Ande-ande Lumut, Kleting Merah Putih Kuning dan Yuyu Kangkang. Saya seperti nonton audisi babak penyisihan kontes nyanyi Idol-idol itu. Sangat banyak yang tidak tahu bahwa ia tidak bisa menyanyi, tetapi sangat mantap dan malah keras-keras bernyanyi.

Kebanyakan orang juga tidak bisa membedakan antara “bisa berlagu” atau “mampu bernyanyi” dengan “suaranya enak”. Padahal itu dua hal yang sama sekali berbeda. Suara bagus adalah materi alamiah suaranya, jenis bunyinya, rasanya ketika didengarkan, tebal tipisnya. Bisa bernyanyi adalah kemampuan mengolah nada, dari ketepatannya, kelincahan beralihnya, sampai getaran cengkoknya.

Saya termasuk kategori Jahil Murokab itu: tak ngerti dan tak ngerti bahwa saya tak ngerti. Tidak bisa nyanyi dan tidak sadar bahwa saya tidak bisa nyanyi. Tapi saya nyanyi keras-keras. Ini membuat saya juga tidak bisa menilai apakah orang itu bisa nyanyi atau tidak, benar tidak nadanya, tekniknya, manajemen estetiknya. Tak punya parameter untuk menilai Pemerintah ini fals atau pas tone kebijakannya, mau pergi ke arah masa depan mana kok itu lagu yang dinyanyikannya.

Kemarin saya menulis bahwa  “semua yang sedang gencar diselenggarakan oleh Oligarki raksasa ini, yang volume dan ragam garapnya baru diketahui publik paling banyak 5%”. Bahwa Reklamasi atau Meikarta hanyalah sebuah alinea kecil dari Buku Besar Neokolonialisme. Mestinya diteruskan sampai berakhirnya era oil dan gas, pengkaplingan dengan konsesi 30-40 tahun energi panas Gunung-Gunung berapi kita yang merupakan 40% simpanan energi masa depan dunia.

Tetapi karena awam, saya berlagak bicara seperti Nabi Muhammad kepada petani kurma: “Antum a’lamu bi-umuri dunyakum”. Kalian lebih tahu urusan dunia kalian. Rasanya memang hanya kata-kata itu yang bisa saya ucapkan kepada Indonesia. Saya bukan petani demokrasi, bukan peternak trias politika, bukan pengarit pilpres pileg pilkada. Di kebun saya tidak ada pohon moderat atau radikal, tidak ada beringin intoleransi, tidak ada tanaman fundamentalisme, apalagi terorisme. Saya bertetangga dengan Jin, Malaikat, Ki Ageng, Masyayikh, Ki Gede, Mawali, Kanjeng Sunan, Demit, para Mokswawan, Sukmawan Panguntal Raga, termasuk komunitas Glundung Pringis. Hymne saya “Wa makaru wamakarallah”.


Kadipiro, 27 Oktober 2017
Emha Ainun Nadjib
#Khasanah

https://www.caknun.com/2017/radikalis-merah-putih/


Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu