Skip to main content

JAWABAN WAWANCARA HARIAN "TERBIT" TENTANG BANYUWANGI

Seri PadangBulan (136)

------------------------------------------------------------------------
Saya tidak punya otoritas dan tidak punya kapasitas untuk mengatakan apapun tentang siapa yang bersalah dalam kasus Banyuwangi. Yang saya kemukakan adalah sumbangan pemikiran sebagai rakyat biasa menuju proses dan solusi yang semoga bisa mengerem kemudlaratan lebih lanjut. ABRI sebaiknya secepat mungkin menjelaskan kepada masyarakat bahwa ia tidak bersalah dalam kasus pembunuhan massal di Banyuwangi dan daerah-daerah lain. Sebab ABRI merupakan satu-satunya kekuatan yang paling rentan untuk diassosiasikan sebagai pihak yang terlibat. Sangat logis kalau masyarakat umum atau sebagian masyarakat beranggapan bahwa ABRI ada di belakang pembunuhan sangat kejam itu. Bisa ABRI resmi, bisa ABRI setengah resmi, bisa link tertentu dalam tubuh ABRI. Jika ABRI memang tidak bersalah dan tidak bersegera melakukan sesuatu yang membuat masyarakat percaya bahwa ia tidak bersalah, maka logis kalau muncul pemikiran dan analisis -- misalnya -- semacam ini :

1. Pembunuhan massal yang titik beratnya di Banyuwangi itu lokasi maupun momentumnya secara strategis dikaitkan dengan Kongres PDI di Bali. Hari-hari pembunuhan dilakukan sebelum, ketika dan sedikit sesudah kongres, atau bisa diperpanjang, untuk kamuflase. Lokasinya juga dipilih di pintu gerbang (non-udara) Bali di mana para peserta dan supporter kongres berduyun-duyun melewatinya.

2. Kenapa ABRI yang diassosiasikan secara politis-logis sebagai pihak di belakang peristiwa itu? ABRI ingin menunjukkan kepada seluruh masyarakat bahwa kalau ABRI dikurangi perannya, misalnya dengan pencabutan Dwifungsi, maka Indonesia akan rawan keamanan dan stabilitasnya. Sehingga dibikin suatu shock therapy untuk re-legitimasi pentingnya peran ABRI.

3. Kenapa dikaitkan dengan kongres PDI? Karena ABRI maupun berbagai kelompok lain dalam masyarakat tidak merasa aman dengan solidisasi kekuatan pro-meg yang menurut beberapa hitungan sosiologi politik akan menciptakan suatu polarisasi dua kekuatan besar yang sangat potensial untuk berbenturan secara lebih keras dari biasanya, dan itu akan sangat merugikan Indonesia secara keseluruhan.

4. Berkaitan dengan hal tsb, kasus Banyuwangi secara logis bisa diinisiatifi oleh dua motivasi. Pertama, untuk merelegitimasi peran pengamanan. Kedua, kekawatiran terjadinya polarisasi baru itu -- dalam arti bahwa naiknya Megawati tidak otomatis didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Dukungan kepada Megawati sangat besar, tapi yang tidak mendukung Mega juga sangat besar. Dukungan kepada Megawati sudah menjadi "realitas media", sementara yang sebaliknya tidak menjadi "realitas media". Akan tetapi realitas media tidak sama dan sebangun dengan realitas sosiologis. ABRI dan Megawati sama-sama memegang kunci untuk menghindarkan bentrokan besar nasional dalam waktu tidak panjang di depan. Sebagai rakyat kecil saya memohon mereka melakukan sesuatu yang tepat secepat mungkin -- tapi saya tidak dalam posisi untuk memberi nasehat atau saran tentang apa persisnya yang harus mereka lakukan itu.

Ekstra : tersebar isyu bahwa Amin Rais dituduh berada di belakang pembunuhan massal Banyuwangi -- berdasarkan analisis mengenai peta multipolar kekuatan perpolitikan Islam di Indonesia. Amin Rais dituduh mengorganisir para preman dan lain-lain untuk inisiatif Banyuwangi itu.

Saya bukan anggota Muhammadiyah maupun PAN. Saya juga banyak tidak setuju dengan pendapat, perilaku dan sepakterjang Amin Rais, tetapi saya tidak bisa menemukan logika yang bisa membenarkan bahwa Amin Rais terlibat dalam kasus Banyuwangi. Saya berharap bangsa Indonesia belajar bersikap adil dan bisa menghindarkan diri dari like-dislike policy : bahwa mentang-mentang kita tidak suka kepada X maka kalau dompet hilang pasti X yang kita anggap mencopetnya. Saya tidak punya otoritas untuk menyimpulkan bahwa Amin Rais tidak bersalah, tapi saya juga tidak bisa percaya bahwa Amin Rais bersalah dalam kasus Banyuwangi.

Emha Ainun Nadjib

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu