Seri PadangBulan (101)
SYUKURAN DAN DOA DEG-DEGAN REFORMASI
------------------------------------------------------------------------
Dengan optimisme, saya memandang bertemunya empat tokoh nasional, Gus Dur, Amin Rais, Sri Sultan Hamengkubhuwono X dan Megawati Sukarnoputri yang melahirkan "Deklarasi Ciganjur" merupakan salah satu puncak sukses reformasi, sesudah puncak-puncak sukses lain sebelumnya. Dan, lagi-lagi kaum mahasiswa yang berjasa atas semua itu. Mahasiswa yang mencetuskan dan mempelopori reformasi, mahasiswa pula yang senantiasa memuncaki sukses-suksesnya. Mahasiswa yang "angon" keempat tokoh itu agar bertemu, sebagaimana kaum muda perintis kemerdekaan RI menculik dan menyandera Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan negeri yang rakyatnya sangat malang ini.
Di kalangan masyarakat Padang Bulan, Hamas, Zaituna, Kiai Kanjeng dan semua lingkarannya selalu terdapat rasa syukur dan optimisme yang kalah diomongkan kira-kira seperti ini: "Apa yang kita cemaskan tentang Indonesia? Wong ada mahasiswa yang kritis dan progresif. Wong kita punya pemimpin-pemimpin yang mumpuni. Kita punya Gus Dur, Amin Rais, Megawati, dan banyak lagi, yang kalau negara ini diserahkan kepada mereka maka insyaallah segalanya akan relatif beres. Kalau mereka yang memimpin, nasib rakyat akan mulai diurus, keadilan sosial terjamin, otoritarianisme politik berhenti, distribusi ekonomi jalan lancar, demokrasi tegak". Sejak bulan Mei 1998 sampai hari ini sudah banyak yang berubah oleh gerakan reformasi. Sudah banyak belenggu yang diurai, banyak pintu tertutup yang dibuka, banyak ketidakbebasan yang kini menjelma menjadi kebebasan yang dahsyat sedahsyat-dahsyatnya. Berbagai macam sisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat sudah diubah sedemikian rupa oleh kepemimpinan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformis lain.
Yang paling kita syukuri adalah betapa proses reformasi ini mereka pimpin dengan penuh cinta dan kasih sayang, dengan pedoman kearifan hati dan kejujuran berpikir, bahkan sedemikian adil dan obyektifnya kaum reformis memandang dan menyikapi masalah-masalah. Tidak ada kebencian, tidak ada caci maki, tidak dendam, tidak ada cerca mencerca, tidak ada sikap sok pahlawan, tidak ada buruk sangka, tidak ada opini ngawur, apalagi oponi yang diumumkan sebagai fakta. Dan yang terpenting adalah tidak ada bau-bau kepentingan golongan atau egosentrisme ketokohan. Semua kaum reformis menomersatukan nasib dan kedaulatan rakyat, mengutamakan demokrasi yang dewasa dan pertimbangan kebersamaan nasional.
Indonesia sungguh-sungguh cerah masa depannya. Segala sesuatunya sudah cukup: progresivisme kaum muda terutama mahasiswa, pemimpin-pemimpin yang mumpuni, serta watak dewasa dan arif mereka semua. Sehingga sudah tidak ada lagi yang bisa diperbuat oleh masyarakat Padang Bulan, Hamas, Zaituna, Kiai Kanjeng dan semua jaringannya di pentas nasional. Hanya dua hal kecil-kecilan yang masih bisa kami lakukan :
Pertama, mensyukuri semua proses reformasi yang indah dan dewasa itu. Saya berdoa emoga sesudah SI-MPR tidak terjadi "Orde Baru Mlungsungi", atau Orde Terbaru yang sama ganasnya. Semoga korban tidak terlalu banyak......
Kedua, semampunya membantu proses-proses sosial dengan terjun ke masyarakat langsung. Menyumbang doa kemashlahatan, mengajak bernyanyi, mempertemukan semua komponen masyarakat untuk pendidikan politik agar rakyat tidak gampang dibohongi lagi, menumbuhkan etos kerja dan jamaah ekonomi, 'berpesta' silaturahmi kebangsaan dan kemesraan kemanusiaan.
Emha Ainun Nadjib
SYUKURAN DAN DOA DEG-DEGAN REFORMASI
------------------------------------------------------------------------
Dengan optimisme, saya memandang bertemunya empat tokoh nasional, Gus Dur, Amin Rais, Sri Sultan Hamengkubhuwono X dan Megawati Sukarnoputri yang melahirkan "Deklarasi Ciganjur" merupakan salah satu puncak sukses reformasi, sesudah puncak-puncak sukses lain sebelumnya. Dan, lagi-lagi kaum mahasiswa yang berjasa atas semua itu. Mahasiswa yang mencetuskan dan mempelopori reformasi, mahasiswa pula yang senantiasa memuncaki sukses-suksesnya. Mahasiswa yang "angon" keempat tokoh itu agar bertemu, sebagaimana kaum muda perintis kemerdekaan RI menculik dan menyandera Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan negeri yang rakyatnya sangat malang ini.
Di kalangan masyarakat Padang Bulan, Hamas, Zaituna, Kiai Kanjeng dan semua lingkarannya selalu terdapat rasa syukur dan optimisme yang kalah diomongkan kira-kira seperti ini: "Apa yang kita cemaskan tentang Indonesia? Wong ada mahasiswa yang kritis dan progresif. Wong kita punya pemimpin-pemimpin yang mumpuni. Kita punya Gus Dur, Amin Rais, Megawati, dan banyak lagi, yang kalau negara ini diserahkan kepada mereka maka insyaallah segalanya akan relatif beres. Kalau mereka yang memimpin, nasib rakyat akan mulai diurus, keadilan sosial terjamin, otoritarianisme politik berhenti, distribusi ekonomi jalan lancar, demokrasi tegak". Sejak bulan Mei 1998 sampai hari ini sudah banyak yang berubah oleh gerakan reformasi. Sudah banyak belenggu yang diurai, banyak pintu tertutup yang dibuka, banyak ketidakbebasan yang kini menjelma menjadi kebebasan yang dahsyat sedahsyat-dahsyatnya. Berbagai macam sisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat sudah diubah sedemikian rupa oleh kepemimpinan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformis lain.
Yang paling kita syukuri adalah betapa proses reformasi ini mereka pimpin dengan penuh cinta dan kasih sayang, dengan pedoman kearifan hati dan kejujuran berpikir, bahkan sedemikian adil dan obyektifnya kaum reformis memandang dan menyikapi masalah-masalah. Tidak ada kebencian, tidak ada caci maki, tidak dendam, tidak ada cerca mencerca, tidak ada sikap sok pahlawan, tidak ada buruk sangka, tidak ada opini ngawur, apalagi oponi yang diumumkan sebagai fakta. Dan yang terpenting adalah tidak ada bau-bau kepentingan golongan atau egosentrisme ketokohan. Semua kaum reformis menomersatukan nasib dan kedaulatan rakyat, mengutamakan demokrasi yang dewasa dan pertimbangan kebersamaan nasional.
Indonesia sungguh-sungguh cerah masa depannya. Segala sesuatunya sudah cukup: progresivisme kaum muda terutama mahasiswa, pemimpin-pemimpin yang mumpuni, serta watak dewasa dan arif mereka semua. Sehingga sudah tidak ada lagi yang bisa diperbuat oleh masyarakat Padang Bulan, Hamas, Zaituna, Kiai Kanjeng dan semua jaringannya di pentas nasional. Hanya dua hal kecil-kecilan yang masih bisa kami lakukan :
Pertama, mensyukuri semua proses reformasi yang indah dan dewasa itu. Saya berdoa emoga sesudah SI-MPR tidak terjadi "Orde Baru Mlungsungi", atau Orde Terbaru yang sama ganasnya. Semoga korban tidak terlalu banyak......
Kedua, semampunya membantu proses-proses sosial dengan terjun ke masyarakat langsung. Menyumbang doa kemashlahatan, mengajak bernyanyi, mempertemukan semua komponen masyarakat untuk pendidikan politik agar rakyat tidak gampang dibohongi lagi, menumbuhkan etos kerja dan jamaah ekonomi, 'berpesta' silaturahmi kebangsaan dan kemesraan kemanusiaan.
Emha Ainun Nadjib
Comments