Skip to main content

BANK PERMASALAHAN WONG CILIK

Seri PadangBulan (105)

BANK PERMASALAHAN WONG CILIK

------------------------------------------------------------------------

Setelah sekitar tiga jam berlangsung pengajian Padhang mBulan, bukan berarti pengajian umum itu berakhir. Masih ada pengajian penyampaian masalah para jamaah, setelah pengajian Padhang mBulan ditutup dengan do'a dan bubarnya ribuan jamaah. Pengajian season kedua ini hanya dihadiri beberatus jamaah. Para Mustadh'afin ini memilih Cak Nun sebagai media dan ruang pengeluaran masalah yang ada dalam diri mereka. Mulai dari permasalahan pribadi sampai permasalhan orang banyak terkumpul dalam kekomple-kan.

Di dalam dinginnya udara Menturo pada malam hari Cak bersila dengan berpakaian santai dan berkopyah. Tampak dia sesekali diam sambil memegang sebatang Dji Sam Soe. entah pada saat itu dia berpikir dengan alam pikirannya ataukah dia berkutat dalam keasyikan pencarian ilham. Setelah beberapa saat mendengar masalah dan setelah kediamaanya mencari pemecahan masalah dia mulai menjawabnya. Tak terasa sudah tiga batang Djie Sam Soe yang dihabiskan pada pengajian season kedua malam itu.

Subhanallah, seandainya setiap anggota DPR ataupun pejabat daerah sebulan sekali membuka pintu rumahnya bagi para penduduk daerah untuk menyampaikan bagaimana sulitnya birokrasi, banyaknya penyunatan dana pembangunan dan bantuan kepada yayasan-yayasan, pungutan-pungutan liar dan mungkin juga rendahnya ganti rugi tanah yang digunakan untuk kepentingan pemerintah. Seandainya saja mereka mengamalkan al Baqarah ayat 177 betapa damainya. Lha wong Cak Nun yang tidak menyandang gelar pemegang amanat rakyat saja bersedia meluangkan sedkit waktu diantara kesibukannya untuk mendengar keluhan-keluhan rakyat kecil.

Menjelang Shubuh Bank Permasalahan Wong cilik ini mulai sepi dari nasabahnya, mereka kembali kerumah dan tempat sejarahnya yang baru akan diukir. Paling tidak permasalahan mereka sudah memiliki jalan keluar, hati mereka tenang, pikiran dan ketakutan menghilang 'Fresh'. Seperti turnnya embun pagi di Menturo. Cak Nun pun melesat menyambut kesibukannya yang baru. Ya Allah, rahmatilah kami.

Wirawan, Samirono CT VI/342 Rt. 5 Rw. 2 Catur Tunggal, Depok Sleman, Yogya.

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu