Skip to main content

Cak Nun : "Tuhan Sedang Memilih"

Seri PadangBulan (103)

Cak Nun : "Tuhan Sedang Memilih"
------------------------------------------------------------------------

Setiap kali tampil di depan publik, kiai mbeling Emha Ainun Nadjib, budayawan yang akrab dipanggil Cak Nun ini, dimanapun selalu dielu-elukan umat. Karena kharisma namanya, dan konsistensi keislaman Emha, diakui dan diterima semua golongan.

Dan kemarin, merupakan catatan sejarah bagi masyarakat Lamteng dan Emha sendiri, tampil tanpa rintangan di Metro --tidak seperti masa-masa sebelumnya yang selalu gagal berceramah di daerah ini karena cekal-- dan sambutan massa-pun luar biasa. Ribuan umat Islam Lamteng tumpah di Stadion Tejosari Bantul-Metro, khusuk mendengarkan ceramah Emha, tampilan gamelan kiai Kanjeng, dan gema sholawatan kelompok Hamas.

Tak luput juga, Emha memboyong istrinya artis Novia Kolopaking. Di depan para pejabat daerah, ulama, dan ribuan massa itu, Emhapun tanpa sungkan "menggarap" Novia dengan sindiran-sindiran nakalnya, dan mendaulat istrinya tampil mendendangkan Sholawatan yang diiringi musik Kiai Kanjeng. Bahkan para pejabat yang hadir, Bupati Herman Sanusi, Setwilda HM Nurdin, Kapolres Letkol Pol Tri Parnoyo Kartiko, tokoh agama KH Khusnan Musthofa Gufron, HM Kasiro, dan lain-lainnya iktu khusuk dan hanyut dalam sholawatan.

Berceramah 2 jam lebih dalam Tabligh Akbar yang digelar Silahturahmi Masyarakat Islam (SMI) presidium Lamteng itu, Emha benar-benar menunjukkan kepiawaiannya berkata-kata penuh makna, juga kritik-kritik pedas menyengat kuping, tapi bukannya membuat massa marah dan tersinggung, melainkan manggut-manggut setuju ajakan Emha, ber-wa taawa shoubil haq wa taawa shoubis shobri (saling meningatkan kepada kebajikan dan kesabaran). Tak ayal, ketika Emha mengajak umat beristighfar --minta pengampunan dosa-dosa kepada Allah-- iapun menohok kesadaran umat, begitu juga langsung menunjuk hidung Bupati Herman Sanusi. "Kita yakin, kita semua punya dosa, maka mari kita beristighfar bersama mohon ampun kepada Allah." kata Emha.

"Pak Bupati juga punya dosa apa tidak?," tanya Emha. "Banyyaaak....!!!," jawab spontan Herman Sanusi, disambut tertawa riuh hadirin. Demikianlah Cak Nun, yang mengidentivikasikan dirinya sebagai cah angon. Iapun mengajak para pemimpin sebagai para cah angon (penggembala) rakyat, sehingga harus benar-benar mengabdi demi kepentingan rakyat yang diangonnya. Karena itu, seorang pemimpin harus berakhlag karimah, mengemban amanah, dan menujukan semua aktivitas hidupnya kepada Allah.

Tembang ilir-ilirpun bergema, diiringi musik Kiai Kanjeng. Serentak kidung penyadaran hati nurani, penentraman hati, dan penjagaan-pemawasan diri, gubahan wali songo itu bergemuruh syahdu dan bergetar dari seluruh bibir hadirin. Emha mengingatkan umat, sesungguhnya dalam keadaan bangsa yang tidak menentu sekarang ini : krisis ekonomi, friksi dan intrik-intrik, penuh fitnah, ancaman pemecah-belahan umat oleh berbagai peristiwa kerusuhan, berdarah-darah, konflik-konflik politik, munculnya seabrek partai, dan sebagainya, Tuhan sedang memilih dan memilah-milah umatNya. "Tuhan sedang melakukan Furqon (pembedaan). Tuhan sedang nginteri gabah, atau gabah gen diinteri." katanya, mengutip bahasa pedalangan.

Maksudnya, Tuhan sedang menyaring, mana beras, mana menir, mana gabah. Artinya dari berbagai persoalan tersebut, menjadi gambaran bahwa bangsa Indonesia sedang diuji, dipilah-pilah Tuhan akan kejatian dirinya, keikhlasan perjuangannya, kejujuran pengabdiannya, kearifan sikapnya, dan keteguhan rasa persaudaraan, kerukunan dan persatuannya. "Kita ketahui, partai-partai banyak bermunculan. Umat tak usah bingung, kalau bingung yaa ndodok (jongkok,red). Kenyataan partai tumbuh seperti jamur di musim hujan, tak usah bingung-bingung. Jamur umurnya tidak panjang, yang tidak jelas programnya jangan diikuti. Nggak perlu emosional dan menggebu-gebu memilih partai. Sebab hanya partai yang benar-benar jelas komitmennya, perjuangannya saja yang nggak akan mati," ungkap Cak Nun bernada pesan, jangan sampai, persoalan partai akan berbuntut pada perpecahan ummat. Dalam memilih dan memilah umatNya itu, kata Cak Nun, Tuhan, mungkin hanya ada sedikit saja yang benat-benar beras, "Insya Allah anda-anda ini, teman-teman, sahabat, sedulur-sedulur saya semua ini adalah beras-beras itu," kata Cak Nun.

Ia mengajak umat tak bosan-bosannya bersholawat. Karena sholawatan akan memperekat persatuan, menghindari keterpecah belahan, yang terus diciptakan dan digerakkan para dajjal internasional, yang tidak ingin umat Islam kuat, umat Islam bersatu, yang tidak ingin melihat umat Islam berkuasa. Padahal kalau, bangsa Indonesia pingin aman semuanya, lanjut Emha, umat Islam yang harus memegang Indonesia.

"Sholawatlah kepada Nabi. Asalkan Muhammad tidak dianggap Allah, tidak dianggap anak Allah. Kita ini sedang kagok (gugup,red) dalam bersatu. Saya yakin Muhammadiyah bisa bersama-sama NU bersholawatan, karena Muhammadiyah itu pengikut Muhammad." "Kita ini harus selalu menghadirkan Rasululloh setiap saat. Ini bukan klenik, kita menghadirkan rasul secara ruhani setiap waktu dalam diri kita. Selama ini ruhani kita selalu kita isi dengan tayangan-tayangan TV. Melihat wajah Novia di TV. Rasulullah tidak pernah kita hadirkan dalam diri kita. Padahal Novia itu bukan artis dangdut, nggak jadi artis juga nggak patheken," kata Cak Nun disambur gerrr, Novia yang dikatai sumainya begitu, kontan tersipu-sipu.

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu