Skip to main content

Digemblèng, Jatuh, Bangun Lagi (6) - Tohnyowo putra-putra Koeswoyo



Sebelum masuk Skenario Dua kenapa Koes Bersaudara dipenjara, kita tengok dulu keluar jendela. Sesudah menikahi model Bianca Pèrez-Mora Macias pada 12 Mei 1971, Mick Jagger ajak istrinya itu berbulan madu di Bali. Di hotel, di café, di mana-mana, terdengar lagu Yon Koeswoyo “Hidup Yang Sepi”. Beberapa lama kemudian lahirlah lagu Mick Jagger “Party Doll”, yang sangat mirip dengan karya Tonny Koeswoyo itu.

Mungkin sekadar terinspirasi, tapi secara teknis memang wilayah nada dan framing lagunya terletak di koordinat yang sama dengan “Hidup Yang Sepi”. Kita sebagai bangsa yang rendah hati dan memilih akting tidak percaya diri, lebih senang menyimpulkan “Koes Plus meniru The Rolling Stones”. Tapi rasa tawadldlu` ini tidak didukung oleh fakta waktu terciptanya dua lagu itu. Satu-satunya hujjah (argumentasi) yang bisa melegitimasi “being humble” kita itu adalah suatu teori bahwa Koes Plus memiliki daya linuwih futurologis. Tonny bisa mendengar lagu Mick Jagger yang dua tahun kemudian baru diciptakan, lantas ia menirunya, sehingga bukan The Rolling Stones yang mengepigoni Koes Plus.

Mungkin ada perbedaan sikap dan keputusan antara Tonny dengan Nomo, sehingga Nomo keluar dan bikin No-Koes, sementara Koes menjadi Plus dengan Murry, wong agung dari Surabaya ini. Tetapi mereka semua sama-sama kesepian karena tidak bisa menjelaskan kepada publik apa yang mereka alami. Juga tidak ada siapapun yang menyapa dan bertanya kepada mereka. Pun para Sejarawan.

Hidupku selalu sepi. Menjerit dalam hatiku. Kuhibur selalu diriku. Bernyayi sedih dan pilu…”. Tapi mana mungkin manusia Indonesia berputus asa, sesepi apapun, sesedih apapun, sehancur apapun: “Matahari kan bersinar terang. Mendung kan tertiup angin. Burung-burung kan bernyanyi, sayang. Menghibur hati yang sedih. Hujan pun akan berhenti, sayang. Alam pun kan berseri…

Bung Karno sendiri membakar jiwa kaum muda Indonesia: “Digemblèng, jatuh, bangun lagi… Digemblèng, jatuh, bangun lagi…”. Sampai kapan pun. Koes selalu bangkit dan berkarya sampai usia di wilayah 80 tahun: “Bila senja telah tiba. Hatiku tambah sengsara. Tapi tetap kubernyanyi. Walau malam telah sepi…

Putra-putra Koeswoyo “nggetih”, mendarah daging, “tohnyowo“. Tak terkirakan cinta dan pengorbanan Tonny Nomo Yon Yok ini untuk tanah air dan bangsa Negara Indonesia. Tidak sekadar “jer basuki mowo beo“. Koes Bersaudara membayarkan jiwa raganya, kariernya, peluang masa depannya, sawah cangkulnya, keamanan dan kesejahteraan keluarganya—untuk Indonesia Raya.

Kita, yang rajin bersolek dengan gincu “mengabdi kepada rakyat Indonesia”, tidak sanggup menatap wajah Koes, karena malu. Tetapi mereka tidak menuding-nuding kita. Mereka sangat cinta kepada Indonesia dan selalu sayang kepada rakyatnya.

Dolanlah ke rumah Mas Yon, berkeliling dan pandanglah semua sisi-sisi rumahnya. Rumah pecinta Indonesia yang berjuang sejak awal 1960-an. Ada puluhan ribu rumah Lurah yang jauh lebih bagus dari rumah mas Yon dan kakak adiknya. Seluruh harta benda mas Yon lebih sedikit dibanding sepersepuluh hasil sekali korupsi seorang Bupati di Zaman Now.

Para penguasa politik adalah manusia yang paling tidak manusia. Para politisi adalah makhluk yang komponen-kompenan kemakhlukannya paling jauh dari kemanusiaan. Termasuk mereka di Orla maupun Orba, terlebih lagi yang mendalangi Orla menjadi Orba. Para penguasa politik “yatamatta’una waya`kuluna kama ta`kulul an’am”: mereka berfoya-foya di dunia dan lahap makan seperti binatang ternak.

Koes Bersaudara, mekar-mekar bunga sorga, ditunggangi, dimanfaatkan, difetakompli untuk menjadi bagian dari pelaksanaan kepentingan mereka. Begitulah di Skenario Satu, begitu pula di Skenario
Dua.

Yogya, 10 Januari 2018

#Khasanah
https://www.caknun.com/2018/digembleng-jatuh-bangun-lagi-6

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak