Skip to main content

Kereta Kencana Nusantara (5)





Andaikan Koes Bersaudara yang kondang tanpa saingan itu hidup berkiprah di Zaman Now, mereka akan ditawari menjadi Caleg Parpol untuk menjadi anggota DPR, menjadi Calon Gubernur atau Wakil Bupati, atau menjadi Duta ini itu, untuk semacam Peternakan Nasional.

Tetapi saya tahu kepribadian dan nyali putra-putra Pak Koeswoyo: mereka mungkin bisa disandera dan ditaklukkan oleh kekuasaan besar, tetapi tidak mungkin mau diternakkan untuk menjadi hiasan penguasa, seberapa mewah pun kurungan dan makanan yang disediakan.

Koes bukan burung-burung indah yang bisa dikurung di sangkar emas. Dengan bukti cinta, kesetiaan, perjuangan dan karya mereka berpuluh-puluh tahun: papan linuhung mereka adalah Kereta Kencana Nusantara, yang tidak boleh direndahkan untuk dinaiki oleh sembarang orang.

Ada sekurang-kurangnya dua skenario tentang kenapa Koes Bersaudara dipenjara tiga bulan pas. Ini levelnya asumsi, paling pol hipotesis, tapi pasti bukan konklusi. Kalau mau ngerti kebenaran faktualnya, ada empat narasumber.

Pertama, Allah Swt. Silakan interview langsung.
Kedua, operator skenario yang salah satu paketnya adalah pemenjaraan Koes, yang semoga hari ini masih “sugeng”, belum dipanggil oleh Yang Maha Empunya.
Ketiga, mas Nomo Koeswoyo yang masih sehat wal afiat, “Abu Tsamanin”, usia kepala 8 yang masih lompat-lompat di panggung dengan suara melengking. Meskipun demikian, harus mafhum kalau Mbah Nomo mempertimbangkan untuk “membukakan apa yang layak dibuka, merahasiakan apa yang sebaiknya dirahasiakan”.  
Keempat, Anda bertamu langsung ke pesanggrahan Mas Tonny Koeswoyo di Tanah Kusir. Beliau sumber paling otentik, karena dengan beliau “negosiasi” skenario itu diselenggarakan atau dipaksakan.

Pada skenario pertama, Koes Bersaudara terpaksa pura-pura dipenjara dalam rangka suatu keputusan nasionalisme NKRI, sesudah Presiden John F Kennedy ditembak mati dan mengubah total, bahkan membalik “peta persilatan” Amerika-Indonesia. Bung Karno dan Kennedy bersepakat untuk bareng mempertahankan Irian Barat (Irian Jaya, Papua) dalam lingkup NKRI. Tapi suatu kekuatan di belakang Gedung Putih, yang juga selama ini berlaku sebagai “Siluman di Seluruh Dunia”: tidak sependapat.

Sindikasi Siluman ini meletakkan Amerika tidak sebagai “Super Power”, melainkan sebagai “Kartu As” Penjudi Super Power itu. Amerika dijadikan salah satu komponen primer dari sindikasi penguasa keuangan, harta benda dunia, kilang-kilang minyak dan perdagangan senjata: yang siapapun Presiden Amerika Serikat—selalu diupayakan untuk menjadi eksekutor global mereka. Kennedy dianggap “sok demokratis”, maka “ditodik tompes” di Dallas.

Bung Karno pasti tahu persis, bahwa kematian Kennedy membuat Amerika bukan sekadar “bukan lagi sahabat Indonesia”. Kalau Kennedy dibunuh, Bung Karno harus siap juga untuk minimal dilengserkan dari kursinya. Bahkan para prajurit Siluman sejak beberapa tahun sebelumnya sudah beredar-edar di keremangan angkasa Pulau Jawa, sampai “Soldier of Fortune” nyangkut di hutan Pulau Bawean.

Bung Karno yang kehilangan sahabat dan jaminan keamanan untuk Irian Barat, memancar adrenalinnya. “Rawe-rawe rantas, malang-malang putung”. “Sadumuk bathuk, senyari bumi”. Jangan sampai Kalimantan Utara pun nanti akan lepas. Maka Bung Karno naik podium: “Ganyang Malaysia!”, “Inggris Di-linggis, Amerika di-seterika”. Anna Mathovani penyanyi Bandung melantunkan lirik lagu doa “Pahlawanku di rimba raya, Kalimantan Utara“. Dan Koes Bersaudara ditangkap, dimasukkan sel penjara.

Lho, untuk apa? Bung Karno memastikan kekuatan militer Indonesia. Milisi-milisi pun dibangun. Pemuda-pemudi di desa-desa dan kampung-kampung dilatih militer. Semua komponen infrastruktur perang digalang. Indonesia butuh intel-intel yang diselundupkan ke Malaysia. Koes Bersaudara pura-pura dikutuk oleh Bung Karno di media dunia, supaya Malaysia percaya dan menerima Koes kalau cari suaka di sana. Tony dan adik-adiknya akan dipahlawankan di Malaysia, tetapi mereka bertugas menyerap dan menghimpun data-data untuk lebih tepat mengeksekusikan “Ganyang Malaysia!”.

Tetapi Scene-1 di Skenario Satu ini tidak berlangsung tuntas. Siluman Dunia sukses menjatuhkan Bung Karno. Koes dibebaskan dari Glodok, dan disiapkan untuk tetap menjadi “kuda” tetapi dengan “joki” yang baru demi Skenario Dua.

Yogya, 9 Januari 2018
#Khasanah
https://www.caknun.com/2018/kereta-kencana-nusantara-5

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak