Skip to main content

Tony Yon Selubang Berdua (3)

 

Yon Koeswoyo dimakamkan selubang dengan Tony Koeswoyo kakaknya. Tony sudah menantikannya dengan wajah berbunga-bunga, kemudian menerimanya, memeluknya dan meletakkan kepala adik tersayang itu di pangkuannya.

Entah apa yang mempertemukan rasa jiwa mereka, tapi terdengar mereka bernyanyi: “Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan…”. Dan Yok Koeswoyo, adik mereka berdua yang berdiri di tepian makam, melantunkan “suara dua” dengan kelembutan hati dan kedalaman cintanya.
Ah, benarkah ketiga bersaudara itu bernyanyi bersama?

O, mungkin tidak bagimu, tapi ya bagiku. Atau sebaliknya. Tak apa. Kalau kamera kita berbeda, memotret objek sama, hasilnya benar semua, meskipun tak sama, karena resolusi dan pixel kamera kita berbeda. Hai, apa yang kau maksud dengan “benarkah”, “benar”?

Benar dan kebenaran adalah cakrawala. Kebenaran tidak bisa dipersempit menjadi hanya yang kita bisa lihat, dengar dan raba. Kebenaran tak bisa kita batasi dengan anggapanku atau anggapanmu. Bahkan kebenaran yang mampu ditemukan oleh para ilmuwan, sarjana dan cendekiawan di Sekolah-sekolah, hanyalah tataran terendah dari infinitas semesta dan cakrawalanya. Hanyalah “Ilmu Katon” dari jagat “tan kinaya ngapa, tan kena kinira”, bayang-bayang dari “laisa kamitslihi syai`un”.

Bahkan berulang-ulang di firman-Nya Tuhan menegaskan: “Kebenaran itu dari Tuhanmu”. Bukan dari, pada dan milik selain Ia. Kita manusia tidak pernah benar-benar benar. Tidak pernah sungguh-sungguh benar. Tidak pernah sejati benar.

Hari-hari ini semakin banyak orang mempertengkarkan “benarnya sendiri-sendiri”, besar kepala dengan “benarnya orang banyak” atau “benarnya bersama” yang sebenarnya belum tentu benar. Aku hanya meraba, terus meraba “benar yang sejati”, terus berjuang menguaknya. Maka jangan menagih kebenaran kepadaku sebagaimana yang tergenggam di tangan-Nya.

Aku memasuki jiwa mereka bertiga, Tony, Yon, Yok. Desing cintaku mendengarkan nyanyian cinta mereka. Jangan batasi jiwa para Koes itu dengan biologi dan fisika. Allah sendiri menyatakan: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”. Apakah berdasarkan hasil penelitianmu, Pak Koeswoyo, Tony dan Yon mati di jalan Setan atau Iblis?

Yon Almarhum. Bersama Tony Almarhumani. Bersama Murry Almarhumin. Koes Bersaudara adalah Tony, Nomo, Yon dan Yok. Koes Plus adalah Tony, Yon, Yok, minus Nomo plus Murry. Para Almarhumin bukan “mendiang”, bukan “yang sudah meninggal”. Bukan dua orang yang telah meninggal, melainkan dua orang yang dicintai. Oleh siapa? Oleh Allah, yang memanggil mereka berdua ke rumah sejati.

Oleh Rahman Rahim-Nya, yang membuat mereka kakak beradik dianugerahi fadhilah, bahkan hampir-hampir karamah, sehingga tertuntun untuk melahirkan 1050 (seribu lima puluh) lebih lagu-lagu yang sudah ada di dalam hati ratusan juta orang, meskipun mereka belum pernah mendengarnya.

Coba carilah, mulailah meneliti, di seantero bumi, siapa saja penggali dan pemancar keindahan yang sebersahaja Koes, seotentik mereka, seorisinal mereka, seapa adanya mereka. Yang tak bersolek. Tak diindah-indahkan. Tak dimerdu-merdukan. Tak dicanggih-canggihkan. Tak dibermutu-bermutukan.
Dan lubang tanah kuburan yang sempit itu, tidak sesakkah bagi Tony dan Yon berdua? Wahai manusia, yang bertumpuk di lubang tanah itu bukan Tony dan Yon, melainkan hanya jasadanya, yang kita menyangka mereka adalah Tony dan Yon. Mereka sedang melalui batas transformasi itu, sebagaimana Allah menjelaskannya: “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia”.

Dan tatkala mereka mengingat sebagian dari romantika dan dinamika pengalaman mereka di dunia, Tony dan Yon membaca kembali ayat itu: “Mengapa kamu menidakkan Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”.

Yogya, 7 Januari 2018
#Khasanah
https://www.caknun.com/2018/tony-yon-selubang-berdua-3/

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak