Skip to main content

Manusia Bukan Barang Jadi (9)




Pada tahun 2011, di rumahnya, Mas Yon pernah bertanya kepada saya: “Kalau kita Jumatan itu Khatibnya hampir selalu mengucapkan ‘Para Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah’. Itu bagaimana sebenarnya. Mulia itu kan soal derajat. Manusia punya derajat mestinya kan karena kelakuannya terpuji. Lha saya kan jadi malu, karena kelakuan saya belum pantas dipuji…”

Mas Yon meneruskan bahwa kalau kalimatnya ‘Para Jamaah yang dikasihi Allah’ mungkin ada pantasnya. Karena semua kan makhluk Allah, jadi selayaknya kalau Pencipta mencintai ciptaan-Nya. Tapi kalau dimuliakan oleh Allah, ah, kok rasanya aneh. Apalagi di zaman sekarang kelakuan
manusia tidak makin baik.

Sepengenalan saya keluarga Koeswoyo ini memang tekun dan sungguh-sungguh soal nilai dan pencarian spiritual. Bahkan para cucu seperti Chicha dan Sari, kebanyakan orang tak menyangka sejauh dan sedalam itu proses pencarian spiritual mereka. Manusia itu bukan “barang jadi” seperti Malaikat, alam dan hewan. Manusia memperoleh keistimewaan dari Tuhan untuk menjadi makhluk dinamis, melakukan pencarian, kreativitas, ijtihad, tajribah dan tajdid.

Maka semua makhluk Tuhan perlu bersikap hati-hati kepada manusia. Orang yang kita tuduh Kafir hari ini, tahun depan bisa lebih bertauhid dibanding kita. Jangan memvonis final kepada manusia, dan selalu kita mendoakan agar semuanya dibimbing Allah untuk mendapatkan akhir yang baik. Husnul khatimah.

Manusia sangat berbakat terserimpung oleh keburukan, kebodohan dan kejahatan. Maka Tuhan menyediakan banyak sifat Maha Pengampun: Al-‘Afuw, Ar-Ro’uf, Al-Ghafur, Al-Ghaffar. Bahkan sifat Al-Wadud, Al-Karim, apalagi Ar-Rahman dan Ar-Rahim—main icon of kehadiran Allah—sangat asoiatif dan memiliki rentang kompatibilitas terhadap tindakan Allah mengampuni manusia.

Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula”. Bahkan “Orang-orang yang apabila melakukan kejahatan atau menganiaya dirinya sendiri, mereka lalu ingat kepada Allah, kemudian memohonkan pengampunan karena dosa-dosa mereka itu. Siapakah lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa itu selain Allah? Dan mereka tidak terus-menerus mengulangi perbuatan yang jahat itu, sedang mereka mengetahui.

Menjelang akhir hayatnya, Tonny Koeswoyo mengatakan kepada Yok bahwa ada masalah mendasar yang ia sesali dalam hidupnya. Ia seperti sudah melangkah melewati batas kehidupan dan merasakan betapa hidupnya “terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan. Setelah aku jauh berjalan, dan Kau kutinggalkan”. Padahal begitu sayangnya Allah kepadanya. “Betapa hatiku bersedih, mengenang kasih dan sayang-Mu”. Tonny cemas, “andaikan Kau datang kembali, jawaban apa yang kan kuberi. 
Adakah jalan yang kutemui, untuk kita kembali lagi…

Tonny Koeswoyo, yang dituntun Allah menjadi pengarang lagu, penulis syair dan komponis musik paling produktif dibanding siapapun lainnya di dunia: adalah ciptaan Allah. Bagaimana mungkin saya berani tidak ber-husnudhdhon kepada makhluk-Nya? Bagaimana mungkin saya tidak takut untuk menyimpul-nyimpulkan begini-begitu dalam hal hubungannya dengan Tuhan?

Sebagaimana kepada paman Nabi Muhammad, beliau Abu Thalib. Meskipun tak ada informasi sejarah bahwa beliau pernah ber-Syahadat: tidaklah saya akan pernah punya keberanian untuk memastikan bahwa ia tidak bertauhid. Bahwa ia tidak mengakui kenabian keponakannya—yang ia bela bertaruh nyawa, pasang badan total untuk dakwah Islamnya? Yang kalau tidak karena perjuangan beliau membentengi Muhammad, belum tentu Islam sampai kepada saya.

Saya takut suatu hari ketemu beliau Abu Thalib dan disemprot: “Emangnya kalau saya bersyahadat mesti lapor ke Elu?”

Apalagi Allah mengirim Muhammad Saw adalah “untuk menjadikan akhlakul-karimah sebagai faktor utama bagi manusia”. Liutammima makarimal akhlaq. Dan Tonny bukan hanya tidak berkelakuan buruk dan jahat: ia bahkan menggembirakan dan membahagiakan ratusan juta manusia dengan lagu-lagunya.

 13 Januari 2018
#Khasanah
https://www.caknun.com/2018/manusia-bukan-barang-jadi-9

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak