Skip to main content

Wahai Do (Daur-II • 298)

Manusia pura-pura tidak mengerti perbedaan antara Do pada “Ya ayyuhannas[1] (An-Nisa: 170) dengan Do pada “Ya ayyuhalladzina amanu[2] (As-Shaf: 2), apalagi “Ya ayyuhal kafirun[3] (Al-Kafirun: 1). Manusia memanipulasi asal-usulnya. Manusia menyembunyikan Penciptanya. Manusia mengumumkan kepada dirinya sendiri dan semua makhluk suatu bangunan peradaban di mana ia seolah-olah sanggup menciptakan sehelai bulu di sekitar kelaminnya, atau menciptakan setetes keringat dari ketiaknya.

Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali kepada Tuhannya[4] (Al-Insyiqaaq: 14). “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan Yang mempunyai ‘Arsy yang mulia. Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang ingkar fakta itu tiada beruntung”. [5] (Al-Mu`minun: 115-117)

“Memang”, kata Seger, “kalau melihat atmosfer kehidupan banyak manusia, mereka berpikir begitu masuk ke kuburan, berakhirlah kehidupan”

“Mereka bermain-main saja untuk mempercayai atau tidak mempercayai bahwa tidaklah main-main Tuhan menciptakan manusia”, tambah Jitul.

“Apakah pada akhirnya manusia akan dikembalikan ke Penciptanya? Rasanya tidak banyak tanda perilaku bahwa manusia meyakini informasi itu”, Junit menambahkan juga.

Gentholing tertawa. “Makanya sering saya berpikir mudah-mudahan sesudah dikuburkan kelak saya diperbolehkan menjadi hantu”, katanya, “Saya ingin datang ke kamar-kamar pribadi sejumlah orang. Minimal saya subversi di dalam mimpi-mimpi mereka berulang-ulang”.

“Terus kamu apakan?”, Junit bertanya.

“Belum saya tentukan secara pasti”, jawab Toling, “masih banyak ide-ide berseliweran…”

“Contohnya…”, Jitul nyeletuk.

“Salah satunya saya akan kumpulkan serbuk Rawé. Saya taburkan di Kasur dan bantalnya. Dia akan sakit gatal seluruh badan. Pas pidato kenegaraan dia akan garuk-garuk tanpa henti”

“Kalau yang kamu maksud itu pejabat tinggi”, kata Seger ikut nimbrung, “pasti sudah siap dengan dokter-dokter pribadi, termasuk dokter spesialis gatal”

“Menjelang sembuh, saya kasih Rawé lagi. Kalau perlu di mulut sepatu dan kaos kakinya, di kaos dan celana dalamnya, di jas maupun dasinya. Saya orangnya tidak tegaan. Sebenarnya banyak ide-ide yang cemerlang, gaib dan kejam. Tapi saya tetap sayang kepada manusia. Misalnya pas dia pidato, saya akan muncul di depannya sebagai Bapak aslinya, berjalan pulang balik di depan podiumnya…”

“Terlalu horor itu, Ling”, Tarmihim ikut berpartisipasi pada khayalan Gentholing.

“Atau di tembok kamar pribadinya saya tulisi dengan arang: Kamu masih mantap untuk tidak percaya kepada Akhirat? Sudah finalkah persangkaanmu bahwa sesudah mati dikubur hidupmu selesai tanpa ada semesteran berikutnya? Kamu kan modern, mosok nggak tahu artinya The Judgment Day?
Kenapa kamu menjalani hidup dan membangun Negara dengan anggapan bahwa Akhirat tidak ada? Bahwa kamu bisa membolos dari skenario Qadla dan Qadar? Pernah kamu membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Munkar Nakir Raqib Atid dan terutama Malaikat Malik, sesudah sepanjang hidupmu di dunia kamu mengganggap mereka tidak ada?”

Tarmihim tertawa ngakak. “Manusia Zaman Now menjawab: EGP…”

“Khayalan Toling itu terang benderang hanya bisa muncul dari orang yang tidak pernah mengalami keberhasilan dalam hidupnya, serta berada di puncak keputusasaan bahwa ia akan pernah sesekali mencapai sukses…”, tambah Jitul tertawa.

Tremas, 12 Desember 2017

#Daur
https://www.caknun.com/2017/wahai-do/

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu