Skip to main content

Kambing Zaman Now (Daur-II • 288)

“Kambing bertebaran di hamparan firman-firman. Tentu ada kode, maksud tersurat atau tersirat di balik itu”, Pakde Brakodin meneruskan bab kambing, “Seakan-akan Tuhan memaparkan tentang fenomena-fenomena psikologi, watak, budaya, mungkin strategi politik manusia, melalui kisah Bani Israel dengan kambing betina”

Di rumah-rumah ibadat tertentu para pemimpinnya menyebut diri Penggembala, sementara jemaatnya adalah domba-domba. Ketika Allah menggambarkan orang-orang yang mempunyai hati tapi tak dipergunakan untuk memahami, mempunyai mata dan telinga tapi menjalani karier hidup dengan buta dan tuli atas sesamanya, dengan “mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih hina[1] (Al-A’raf: 179) mestinya yang paling populer dan ranking 1 binatang ternak adalah kambing. Meskipun orang juga berternak lembu, kerbau, bebek, ayam, lele. Bahkan ada yang berternak rakyat – yakni memperlakukan rakyat dengan tata kelola peternakan.

Pun Nabi Daud yang perkasa, Bapaknya Nabi Sulaiman yang agung, ada urusan dengan kambing. Tuhan berkata kepadanya: “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”. [2] (Shaad: 24)

“Coba Jitul”, kata Pakde Brakodin, “apa yang kamu ingat tentang kambing”.

“Dalam sejarah alam di mana manusia hadir, kambing selalu diternakkan”, jawab Jitul, “bermacam-macam cara menternakkannya, tapi diternakkan, tidak dibiarkan liar. Ada yang dihimpun dalam kandang, pada siang hari digiring mencari rerumputan. Ada yang diikat lehernya dengan tali, dan tali itu diikatkan pada sebuah patokan”

“Junit?”, Brakodin berpindah tanya kepada Junit.

“Panjangnya tali ke leher kambing diukur berdasarkan jaminan keamanan bahwa kambing tidak memakan rumput yang bukan milik penggembalanya. Jangan sampai kambing menerobos masuk ke kebun yang bukan haknya”

“Seger?”

“Patokan kambing bisa sebuah batu, atau kayu yang ditancapkan. Atau kalau penggembalanya punya waktu luang, pangkal tali itu ia sendiri yang memegangnya. Seorang penggembala, karena ia manusia, bisa berdisiplin dengan tidak membawa kambingnya makan rumput yang haram baginya. Tapi bisa juga nakal, demi kepentingan kesuburan kambingnya, ia justru membawa kambingnya ke kebun-kebun yang bukan miliknya”

“Toling?”

“Kambing Zaman Now tidak mau ditali lehernya dan tidak ada patokan yang disiapkan untuk mengendalikannya”, jawab Toling, “kambing Zaman Now semakin banyak yang berpendidikan dan beradab. Mereka sangat sadar Hak Asasi Kambing. Mereka tidak mau ditali dan diikat oleh patokan. Mereka mandiri, memiliki pemikiran sendiri yang orisinal. Kambing-kambing Zaman Now hidup di kebun-kebun Demokrasi. Mereka merdeka. Mereka melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan. Kambing Zaman Now memenuhi kota-kota, pantai-pantai, bentangan tanah-tanah seluas-luasnya, memakan semua rerumputan dan dedaunan serta apa saja dan di mana saja yang mereka mau…”.

Jakarta, 2 Desember 2017

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak