Skip to main content

Do = Cinta = Benci (Daur-II • 293)

Seorang tokoh yang pernah mengenal dunia musik mungkin menjawab: “Do adalah nada pertama dalam susunan Solmisasi”. Lainnya agak detail: “Do adalah nada sebelum Ré sebelum Si dalam susunan baku nada musik Barat”. Sejumlah praktisi musik menjawab lebih aplikatif: “Do pada C-mayor beda dengan Do = E-minor”.

Do tidak bisa ada, menjadi Do atau disebut Do karena diri Do itu sendiri. Do tidak bisa meng-ada atau berbunyi sebagai Do tanpa ada unsur-unsur lain yang bukan Do yang hadir sebagai satu kebersamaan. Do bukan terutama eksistensi, melainkan posisi. Do bukan ekspresi otentik dan mandiri, melainkan bagian dari suatu susunan fungsi.

Do disebut Do semata-mata karena berkaitan dengan Ré atau Si dan titik-titik nada lainnya dalam suatu interval atau jarak ketinggian atau kerendahan nada. Do eksis sebagai Do sepanjang ia berada dalam suatu silaturahmi dengan nada-nada lainnya. Tanpa interval-interval silaturahmi itu Do hanyalah setitik bunyi, yang tidak bisa disebut atau menjadi Do.

Do juga bukan suatu eksistensi tertentu yang permanen, yang terletak di suatu koordinat ruang dan waktu tertentu. Titik atau koordinat manapun bisa menjadi Do, juga bisa menjadi Ré atau Mi bergantung pada pola perhubungan intervalnya di antara koordinat-koordinat itu.

Maka kalau diandaikan Do adalah kebencian, tidak bisa disimpulkan Do = kebencian. Sebab ia kebencian atau bukan tidak ditentukan oleh bunyi Do, melainkan dilihat dari peta intervalnya dengan titik-titik nada yang lain. Demikian juga Mi atau Sol terkadang bisa berfungsi mengekspresikan cinta, bisa juga mengungkapkan benci. Bergantung pada peta interval dan keseluruhan aransemennya.

Ketika berada di tangan manusia, Do berhadapan dengan risiko sifat-sifat dan kepentingan manusia. Mungkin kasih sayang, mungkin egosentrisme. Mungkin kebersamaan, mungkin monopoli. Mungkin kenikmatan persaudaraan, mungkin Machiavelisme. Mungkin keikhlasan dan kejujuran, mungkin kedengkian dan kecurangan.

Kalau berada di genggaman tangan manusia yang kerdil jiwanya karena sangat menyembah dunia, maka kapan saja Do bisa diangkut sebagai bukti materiil Ujaran Kebencian, untuk menghajar atau memusnahkan siapapun yang dibencinya. Undang-undang tentang Ujaran Kebencian dirancang oleh kumpulan manusia yang penuh kebencian kepada siapa saja yang dianggapnya merupakan penghalang bagi nafsu kekuasaan dan api keserakahannya.

Jika kumpulan manusia semacam itu berkuasa di suatu Negara, maka ciri utama perilaku kekuasaan mereka itulah yang membuat Allah mewanti-wanti ummat manusia: “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berbuat tidak adil…“. [1] (Al-Maidah: 8)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah...

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN ...

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s...