Seri PadangBulan (84)
MATI KETAWA CARA REFOTNASI
Bagian 1
-----------------------------------------------------------------------
Sejak pertengahan Mei bersama teman-teman Hamas dan Kiai Kanjeng alhamdulilah saya diberi kesempatan untuk berkeliling ke berbagai tempat sampai luar Jawa. Sampai hari saya tulis ini kami sudah mengunjungi komunitas-komunitas rakyat bawah sampai menengah lebih dari 130 kali.
Ada yang hadirinnya hanya ratusan orang, ada yang sampai puluhan ribu orang. Acaranya ada yang berlangsung pagi hari, ada yang siang hari, ada juga yang bahkan dimulai pukul 00.30 dinihari sampai menjelang subuh -- padahal jamaahnya puluhan ribu. Ada jamaah yang ketahannya paling lama dua jam, ada yang bisa sejak selepas maghrib duduk bersama hingga lewat tengah malam.
Setiap acara selawatan produknya berbeda-beda, karena segmen dan strata sosiologis masyarakat yang hadir juga hampir tak ada yang sama. Bukan hanya pengalaman sejarah mereka bermacam-macam, bukan hanya Agama pilihan mereka berbeda-beda, tapi juga karena manusia makhluk Allah itu memang selalu punya keunikan sendiri-sendiri. Yang jelas, dan yang paling membahagiakan saya: di akhir acara, tatkala kami berdiri, bergandengan tangan dan melantunkan shalawat bilqiyam kemudian saya taburi dengan doa-doa, rata-rata di semua tempat yang kami kunjungi: kami semua menjadi diperkenankan Allah untuk menangis.
Mungkin karena kami semua rata-rata adalah manusia marjinal, kaum mustadl'afin, golongan pinggiran yang dilemahkan. Mungkin karena krisis perekonomian ini memang parah separah-parahnya. Krisis moneter yang semakin hari semakin memaparkan bahwa krisis itu hanya merupakan produk dari krisis yang lebih dahsyat yang sudah berlangsung sejak lama dan hampir menjadi darah daging kita semua: yakni krisis akidah, krisis akhlak, krisis pilihan nilai, krisis budaya, krisis politik...
Kami berkeliling selawatan, dan di tengah atmosfir selawatan di mana semua hadirin teriklim untuk menjadi khusyu batinnya, jujur hatinya dan jernih pikirannya -- alhamdulillah kita bisa mengisinya dengan dialog-dialog pendidikan politik, pencarian ilmu, perencanaan pemberdayaan ekonomi pada level mereka, dan seterusnya.
MATI KETAWA CARA REFOTNASI
Bagian 1
-----------------------------------------------------------------------
Sejak pertengahan Mei bersama teman-teman Hamas dan Kiai Kanjeng alhamdulilah saya diberi kesempatan untuk berkeliling ke berbagai tempat sampai luar Jawa. Sampai hari saya tulis ini kami sudah mengunjungi komunitas-komunitas rakyat bawah sampai menengah lebih dari 130 kali.
Ada yang hadirinnya hanya ratusan orang, ada yang sampai puluhan ribu orang. Acaranya ada yang berlangsung pagi hari, ada yang siang hari, ada juga yang bahkan dimulai pukul 00.30 dinihari sampai menjelang subuh -- padahal jamaahnya puluhan ribu. Ada jamaah yang ketahannya paling lama dua jam, ada yang bisa sejak selepas maghrib duduk bersama hingga lewat tengah malam.
Setiap acara selawatan produknya berbeda-beda, karena segmen dan strata sosiologis masyarakat yang hadir juga hampir tak ada yang sama. Bukan hanya pengalaman sejarah mereka bermacam-macam, bukan hanya Agama pilihan mereka berbeda-beda, tapi juga karena manusia makhluk Allah itu memang selalu punya keunikan sendiri-sendiri. Yang jelas, dan yang paling membahagiakan saya: di akhir acara, tatkala kami berdiri, bergandengan tangan dan melantunkan shalawat bilqiyam kemudian saya taburi dengan doa-doa, rata-rata di semua tempat yang kami kunjungi: kami semua menjadi diperkenankan Allah untuk menangis.
Mungkin karena kami semua rata-rata adalah manusia marjinal, kaum mustadl'afin, golongan pinggiran yang dilemahkan. Mungkin karena krisis perekonomian ini memang parah separah-parahnya. Krisis moneter yang semakin hari semakin memaparkan bahwa krisis itu hanya merupakan produk dari krisis yang lebih dahsyat yang sudah berlangsung sejak lama dan hampir menjadi darah daging kita semua: yakni krisis akidah, krisis akhlak, krisis pilihan nilai, krisis budaya, krisis politik...
Kami berkeliling selawatan, dan di tengah atmosfir selawatan di mana semua hadirin teriklim untuk menjadi khusyu batinnya, jujur hatinya dan jernih pikirannya -- alhamdulillah kita bisa mengisinya dengan dialog-dialog pendidikan politik, pencarian ilmu, perencanaan pemberdayaan ekonomi pada level mereka, dan seterusnya.
Comments