Skip to main content

Ilir-ilir (13)

Kita adalah bumi yang menutupi cahaya matahari yang semestinya menimpa rembulan untuk kemudian dipantulkannya kepada bumi.

Kitalah penghalang cahaya rembulan yang didapatkannya dari matahari, sehingga bumi kita sendiri menjadi gelap gulita.

Matahari adalah lambang Tuhan. Cahaya adalah rahmat nilai dan barakah rejekinya. Rembulan adalah Rasul, Nabi, para Wali, Ulama, pemimin-pemimpin kemanusiaan, pemerintah, lembaga-lembaga sosial, pers, tata nilai kemasyarakatan dan kenegaraan, atau apapun, yang mentransformasikan cahaya rahmat Tuhan itu agar menjadi manfaat bagi kehidupan seluruh manusia.

Tapi cahaya itu kita tutupi sendiri.

Tapi informasi itu kita sampaikan secara disinformatif. Tapi cahaya terang itu kita pandang tidak layak pasar sehingga yang kita kejar-kejar adalah kegelapan, kerusuhan, pembunuhan, kebohongan, pertengkaran.

Tapi cahaya Tuhan itu kita halangi sendiri. Suara Rasul kita curigai, sabda Nabi kita singkirkan, ayat-ayat kita remehkan, firman-firman kita anak tirikan -- seakan-akan kita sanggup menumbuhkan bulu alis kita sampai sepuluh sentimeter.

Kita bikin landasan falsafah negara untuk kita buang dalam praktek, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.

Kita bikin aturan main nasional untuk kita khianati sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.

Kita bikin sistem, tatanan, batasan-batasan, untuk kita langgar sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.

Kita bikin hiasan-hiasan budaya, lipstik hukum dan lagu pop politik, yang tidak mengakar di tanah kenyataan hidup kita, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.

Kita biayai pekerjaan-pekerjaan besar untuk memboros-boroskan rahmat Allah, melalui managemen pembangunan yang tidak menomersatukan rakyat, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.

Kita selenggarakan kompetisi merampok rahmat, kolusi untuk memonopoli rahmat, pencurian dan perampokan diam-diam atau terang-terangan atas rahmat Allah yang sesungguhnya merupakan hak seluruh rakyat negeri ini, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.

Sekarang kita harus memilih: apakah akan meneruskan fungsi sebagai bumi penutup cahaya matahari, ataukah berfungsi rembulan, yang menyorong dirinya, bergeser ke titik koordinat alam semesta sejarah yang tepat, sehingga kita peroleh kembali cahaya matahari...untuk nanti sesudah pergantian abad 20 ke 21 kita mulai sebuah Indonesia baru yang 'bergelimang cahaya matahari'....

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu