Kita adalah bumi yang menutupi cahaya matahari yang semestinya menimpa rembulan untuk kemudian dipantulkannya kepada bumi.
Kitalah penghalang cahaya rembulan yang didapatkannya dari matahari, sehingga bumi kita sendiri menjadi gelap gulita.
Matahari adalah lambang Tuhan. Cahaya adalah rahmat nilai dan barakah rejekinya. Rembulan adalah Rasul, Nabi, para Wali, Ulama, pemimin-pemimpin kemanusiaan, pemerintah, lembaga-lembaga sosial, pers, tata nilai kemasyarakatan dan kenegaraan, atau apapun, yang mentransformasikan cahaya rahmat Tuhan itu agar menjadi manfaat bagi kehidupan seluruh manusia.
Tapi cahaya itu kita tutupi sendiri.
Tapi informasi itu kita sampaikan secara disinformatif. Tapi cahaya terang itu kita pandang tidak layak pasar sehingga yang kita kejar-kejar adalah kegelapan, kerusuhan, pembunuhan, kebohongan, pertengkaran.
Tapi cahaya Tuhan itu kita halangi sendiri. Suara Rasul kita curigai, sabda Nabi kita singkirkan, ayat-ayat kita remehkan, firman-firman kita anak tirikan -- seakan-akan kita sanggup menumbuhkan bulu alis kita sampai sepuluh sentimeter.
Kita bikin landasan falsafah negara untuk kita buang dalam praktek, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita bikin aturan main nasional untuk kita khianati sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.
Kita bikin sistem, tatanan, batasan-batasan, untuk kita langgar sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita bikin hiasan-hiasan budaya, lipstik hukum dan lagu pop politik, yang tidak mengakar di tanah kenyataan hidup kita, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita biayai pekerjaan-pekerjaan besar untuk memboros-boroskan rahmat Allah, melalui managemen pembangunan yang tidak menomersatukan rakyat, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.
Kita selenggarakan kompetisi merampok rahmat, kolusi untuk memonopoli rahmat, pencurian dan perampokan diam-diam atau terang-terangan atas rahmat Allah yang sesungguhnya merupakan hak seluruh rakyat negeri ini, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Sekarang kita harus memilih: apakah akan meneruskan fungsi sebagai bumi penutup cahaya matahari, ataukah berfungsi rembulan, yang menyorong dirinya, bergeser ke titik koordinat alam semesta sejarah yang tepat, sehingga kita peroleh kembali cahaya matahari...untuk nanti sesudah pergantian abad 20 ke 21 kita mulai sebuah Indonesia baru yang 'bergelimang cahaya matahari'....
Kitalah penghalang cahaya rembulan yang didapatkannya dari matahari, sehingga bumi kita sendiri menjadi gelap gulita.
Matahari adalah lambang Tuhan. Cahaya adalah rahmat nilai dan barakah rejekinya. Rembulan adalah Rasul, Nabi, para Wali, Ulama, pemimin-pemimpin kemanusiaan, pemerintah, lembaga-lembaga sosial, pers, tata nilai kemasyarakatan dan kenegaraan, atau apapun, yang mentransformasikan cahaya rahmat Tuhan itu agar menjadi manfaat bagi kehidupan seluruh manusia.
Tapi cahaya itu kita tutupi sendiri.
Tapi informasi itu kita sampaikan secara disinformatif. Tapi cahaya terang itu kita pandang tidak layak pasar sehingga yang kita kejar-kejar adalah kegelapan, kerusuhan, pembunuhan, kebohongan, pertengkaran.
Tapi cahaya Tuhan itu kita halangi sendiri. Suara Rasul kita curigai, sabda Nabi kita singkirkan, ayat-ayat kita remehkan, firman-firman kita anak tirikan -- seakan-akan kita sanggup menumbuhkan bulu alis kita sampai sepuluh sentimeter.
Kita bikin landasan falsafah negara untuk kita buang dalam praktek, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita bikin aturan main nasional untuk kita khianati sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.
Kita bikin sistem, tatanan, batasan-batasan, untuk kita langgar sendiri, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita bikin hiasan-hiasan budaya, lipstik hukum dan lagu pop politik, yang tidak mengakar di tanah kenyataan hidup kita, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Kita biayai pekerjaan-pekerjaan besar untuk memboros-boroskan rahmat Allah, melalui managemen pembangunan yang tidak menomersatukan rakyat, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplan kehidupan.
Kita selenggarakan kompetisi merampok rahmat, kolusi untuk memonopoli rahmat, pencurian dan perampokan diam-diam atau terang-terangan atas rahmat Allah yang sesungguhnya merupakan hak seluruh rakyat negeri ini, sehingga gerhanalah rembulan dan gelaplah kehidupan.
Sekarang kita harus memilih: apakah akan meneruskan fungsi sebagai bumi penutup cahaya matahari, ataukah berfungsi rembulan, yang menyorong dirinya, bergeser ke titik koordinat alam semesta sejarah yang tepat, sehingga kita peroleh kembali cahaya matahari...untuk nanti sesudah pergantian abad 20 ke 21 kita mulai sebuah Indonesia baru yang 'bergelimang cahaya matahari'....
Comments