Skip to main content

Gerakan Majnun Internasional

Surya Online, Saturday, 17 November 2007





Kita catat dulu catatan para penjajah internasional jenis mutakhir:
Kita adalah kekuatan yang invisible. Organisasi, institusi dan individu-individu di
negara-negara jajahan kita bikin secara tidak sadar bekerja untuk kepentingan kita.
Tujuan kita yang sebenarnya tidak boleh diketahui oleh mereka, dengan membikin mereka justru merasa melawan kita, padahal sedang menjalankan desain-desain.

Aktor-aktor yang menjalankan program internasional kita bukan orang-orang kita, melainkan tokoh dan aktivis masyarakat negara jajahan, seluruh agen polisi internasional, bankers, industrialis, ekonom, politisi, termasuk public figure, pemimpin-pemimpin informal. Mereka sangat penting karena mereka menjalankan sekaligus melindungi kita,
sambil meyakini bahwa mereka sedang melawan kita.

Kita dorong semangat dan egoisme mereka dan kebutuhan mereka untuk sukses. Padahal mereka tak lebih bagaikan macan dengan jiwa domba karena mereka tidak punya visi tentang kemauan kita sebenarnya. Siapa yang akan menyangka bahwa orang-orang terkenal ini sebenarnya kita yang mengatur naik ke panggung, sesuai rencana besar kita.

Tidak mungkin itu semua kita urai dalam tulisan pendek. Jadi kalau berminat, jadikan PR saja, pelan-pelan dipelajari sambil nanya sana sini. Selebihnya, berikut ini saya sedikit menambahi sketsa-sketsa.
*****

Flu atau pilek itu ikonnya hidung. Gambar orang flu berpusat pada hidung, umbel, dan sapu tangan, ditambah gebres-gebres, demam, dan awak ndhrudhuk.
Tetapi apakah flu berpusat di hidung? Tidak. Hidung tidak ikut flu, yang flu adalah kondisi menyeluruh dari tubuh, hidung menanggung akibatnya dan paling tersiksa. Jadi kalau menyembuhkan flu, bukan hidung fokus perhatian metoda kuratifnya.

Demikian juga kalau Anda melihat dan menilai soal narkoba, bukanlah narkoba pusat masalahnya. Narkoba hanya batalyon-batalyon tentara penjajah internasional yang disebar ke seluruh pelosok bumi.
Batalyon pasukan neo-kolonialisme mondial lainnya dikirim menyerbu pasar ekonomi, info media, universitas dan sekolah, lembaga pemerintahan dan perwakilan rakyat dan semua lini kepengurusan sejarah suatu bangsa, termasuk menjadi rayap-rayap dalam
berbagai konsep, ideologi dan aturan-aturan hukum dan birokrasi.

Ada juga pasukan lelembut dikirim ke dalam otak kepala manusia, ke dalam hatinya,
memasukkan, mendesakkan dan mendominasikan virus-virus cara berpikir, irama selera, tren, sikap budaya, kecenderungan sosial dan apapun saja software kehidupan manusia.
Batalyon pasukan lelembut ini dengan sendirinya terbawa sampai ke bilik-bilik pribadi, masuk rumah-rumah ibadah, bahkan mempengaruhi cara manusia memperlakukan Tuhan, Malaikat, Nabi, dan Kitab Suci.

Tiba-tiba saja pada suatu hari ketahuan bahwa kita yang yakin bahwa kita ini pandai dan saleh, ternyata kita adalah prajurit bantuan yang ikut melaksanakan tugas Gerakan Majnun Internasional.
****

Dari zaman ke zaman dulu umat manusia dijajah oleh mitologi tentang aristokrasi Raja-Raja. Kemudian dijajah oleh serbuan tentara dari mancanegara. Berikutnya dijajah melalui ekonomi dan pasar. Lantas dijajah melalui pikiran dan perasaan. Dan sekarang
semua formula imperialisme dan kolonialisme itu dipakai kapan saja dan mana saja yang relevan dan efektif.

Irak harus diserbu pasukan gabungan dengan terlebih dulu dicarikan ''ayat''nya agar sah
menyerbu. Sedang dipikir-pikir 2008-2015 Iran harus menjadi fokus serangan, sementara harus dipastikan Kaum Muslimin harus terpecah belah di seluruh dunia, dan cara memecah mereka adalah dengan memasukkan virus-virus cara berpikir, cara memandang sesuatu, cara melihat dan merasakan.

Indonesia tidak perlu diserbu dengan tentara dan bedil bom bayonet. Orang Indonesia gumunan, latah dan gampang dibikin mabuk: jadi cukup diserbu dengan iming-iming di segala bidang.
Segala yang memabukkan dimasukkan ke Indonesia. Orang Indonesia begitu mudah mabuk demokrasi, sementara Amerika Serikat sendiri tak segitu-segitu amat menyikapi demokrasi.

Demokrasi, HAM, psikisme gender, otonomi daerah, teknologi komunikasi dan informasi, Neo-Liberalisme, dan segala macam partikel yang menggiurkan: diuntal mentah-mentah oleh orang Indonesia, tanpa reserve.

Sesungguhnya demokrasi dst itu adalah perangkat pengelolaan sejarah yang baik jika manusia memahami dosisnya, batasnya, konteksnya, takarannya, koridor wilayahnya, ruang dan waktunya. Tetapi kita malas berpikir, pokoknya ambil dan telan!
*****

Jangankan narkoba: air sajapun memabukkan kalau sekali minum setengah drum. Nasi, rujak cingur, rawon, pecel, semua memabukkan jika tidak dikontekstualisir secara ruang dan waktu.
Mungkin itu sebabnya Tuhan suruh kita salat lima waktu yang keseluruhannya hanya butuh waktu sekitar setengah jam. Kita pasti mabuk kalau Tuhan kasih metoda salat yang satu kali salat butuh tiga jam, sehingga 5x sehari jumlah waktunya menjadi 15 jam. So, salat sajapun memabukkan dan berakibat negatif kalau tidak tepat satuan ruang dan waktunya.

Maka narkoba itu 10x lipat setan iblis efektivitasnya untuk memajnunkan manusia. Narkoba itu melebihi neraka, dan pemakai narkoba adalah manusia terbodoh tiada tara.
Di dalam neraka saja orang kesakitan tersiksa tetapi memiliki kemuliaan karena sedang menjalani hukuman alias pembersihan. Orang bersalah yang dihukum itu harus bangga karena memang demikianlah yang benar. Salah + tidak dihukum = Salah kwadrat. Salah + dihukum = Benar. Orang yang dipenjarakan dan dimasukkan neraka berarti menjalankan kebenaran.

Akan tetapi sejahat-jahat dan sebodoh-bodoh pemakai narkoba masih jauh lebih bodoh dan lebih jahat para inisiator dan penyebar narkoba. Narkoba adalah senjata paling ampuh dibanding segala rudal dan bom jenis mutakhir.

Kalau Negara adikuasa menjatuhkan bom di Surabaya maka sepanjang hidup negara pengebom itu dikutuk oleh sejarah. Tetapi kalau narkoba yang membunuh satu atau dua generasi muda Indonesia yang jumlahnya melebihi penduduk Surabaya: tak ada yang
dikutuk selain narkoba itu sendiri.
Narkobanya dibajingan-bajingankan, tapi pelaku di belakangnya bisa justru menjadi public figure, tokoh panutan, duta keselamatan masyarakat atau apapun. *

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu