tuhan sayang ya tuhan sayangtiada yang kami ikuti dalam perjalanankecuali engkau maha penabur pengetahuantuhan sayang ya tuhan sayangdi siang hari yang berselimut kegelapanbersabarlah mendengar kami yang kebingunganbertanya apa yang sesungguhnya engkau inginkanmenyeret kami ke persimpangan jalankemudian engkau pergi meninggalkanengkau wariskan alamberita tentang pengembaraandan teka-teki yang sialantuhan wahai kekasih hatiselain rumahmu tiada tempat kembalikami harus tempuh perjalanan iniabad-abad teramat panjangkami berebut makan, berselisih pahammerawat dendam dan peperanganmana gerangan jalan yang benar?tumpah berbagai ideologi besaryang membuat wajah kami sendiri memarmaka kekallah pertengkaranpada setiap jalan dibikin gang-gangyang terakhir di kebuntuansemua hendak memimpin di depanmaunya duluan mengenyam makanantak bersedia ketlingsut di ekor barisansemua ngebet disebut pahlawanhendak jadi nabi diam-diamatau bapak yang dimonumenkanadapun lusa akan habis hutan ditebangbumi dikuras secara terang-terangananak cucu mampus menanggulangi utangadapun namamu senantiasa disertakantuhan sayang ya tuhan sayangdijual eceran dan diloakkandi impitan zaman, orang berdiri terpanadisaksikan langit dan cakrawalasambil mengeluh : di mana engkau beradaterkunci mulut bumi dan angkasasegala harta, pasal hukum dan mantratak menyisahkan jawaban bagi jiwatuhan sayang yang keindahanmu kami pujabegini berat godaan fatamorganategang di antara surga dan nerakapara bidadari tidaklah menggiurkan hatisebab bagi yang memilikikerinduan sejatiengkau saja cukuplah, tak usah yang lain lagi kami tau dengan surga yang engkau sengajamenguji hati picisan yang gampang terlenasehingga bukan engkau lagi yang diingatnyaengkau dianggap benda matidiperebutkan untuk dimonopolidibawa ke surga untuk kendurisibuklah kami membangun patung bayangandari yang kami sangka wajahmu ya tuhan sayanglantas kami jadikan pedang untuk bermusuhankami memperdagangkan surgakami jual rasa takut terhadap nerakaseolah-olah kami bisa membuatmu terluka kami menjadi manja dan terkesimasaling menindas dan menghisap sampai binasakami mabuk, rakus, lalai dan foya-foyakami bermimpi, bikin teori, tesis, asumsimenggagas langit bumi, sperma dan klenikdalam ilmu pengetahuan yang ateistikkami bikin susunan perkosa-memperkosaorang kecil, masyarakat, serdadu, negara, rajaserta isapan kekal kota atas desatuhan sayang ya tuhan sayangkalau bagimu ini hanya senda gurau dan permainansungguh bagi kami takkan tertanggungkan kami berebut tanah, sukses, uang, popularitassusunan piramida, bangunan bawah atas, strata dan kelaskiri dan kanan, utara dan selatan, tebas menebasbikin lima juta buku dalam setahununtuk meneliti suka-duka yang bertimbunsehingga mata menjadi semakin rabunorang bersemangat atau putus asaorang mencucurkan airmata atau tertawa-tawayang satu sirna, lainnya mengibarkan benderatuhan sayang ya tuhan sayanglihatlah semua jadi begini seriusmenegakkan partai-partai tikus tuhan sayang ya tuhan sayangbolehkan ide penciptaanmu kami pertanyakansekedar untuk tak mampus dalam kebingunganjadikanlah kami bayi yang kembali belajarmeskipun jika qur'an kami bawa masuk pasarorang bilang kamilah orang-orang kesasarkami coba tegakkan alif-mu di bilik-bilik sepisambil tak henti-hentinya bertengkar sendirinamun semogalah kami berhenti buta dan tulituhan sayang ya tuhan sayangkalau boleh kami meminta lagi kesabaranlebarkan dada kami seluas tujuh lautan(Emha Ainun Nadjib/PmBNet Dok)
Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah...
Comments