Skip to main content

NABI MEMBAKAR MASJID

fw from Surya, Sabtu, 10 November 2007

Rasulullah Muhammad SAW pernah memerintahkan sejumlah petugasnya untuk membakar sebuah masjid, karena beliau menemukan bahwa kecenderungan pada Takmir Masjid dan komunitas yang melingkupinya membuat Masjid itu lebih merupakan tempat hipokrisi dan kemunafikan, dengan berbagai manipulasi dan kemunkaran, sehingga adanya Masjid itu lebih menimbulkan mudharat lebih besar dibanding manfaatnya. Coba ambil pelajaran, satu poin saja dulu, dari kejadian itu. Misalnya, tidak bisa kita memahaminya dengan pola pandang modern dengan sistem dan konstitusi kenegaraan seperti yang kita anut sekarang.Di zaman kepemimpinan Rasulullah di Madinah, beliau adalah pusat keadilan,pusat nurani, pusat kebenaran, yang dipercaya. Orang percaya kepada beliau sepenuhnya, sehingga diridhai orang banyak untuk menjadi pusat pengambilankeputusan. Rasulullah bisa disebut diktator atau otoriter andaikata beliau tidak dipercaya rakyat, serta apabila beliau memaksakan suatu keputusan yang umat menilai ada kemunkaran pada keputusan itu. Tetapi belum pernah ada buku sejarah menyebut beliau seorang yang otoriter, karena memang umat percaya dan rela.Padahal secara sistem, konstitusi dan hukum sebagaimana yang kita pahami sekarang: Rasulullah tidak punya hak atau kewenangan untuk mengambil keputusan dan tindakan seperti itu. Rasulullah melanggar konstitusi. Di dunia modern, tidak ada manusia yang bisa dipercaya oleh orang banyak, apalagi dipercaya sampai tingkat, kadar dan cinta masyarakat mempercayai Muhammad.Kalau orang tidak saling percaya, maka mereka sama-sama berkepentingan untuk membikin aturan, hukum, konstitusi, transaksi, konvensi, atau apapun namanya dan konteksnya. Orang mendirikan pagar bersama karena dikhawatirkan sewaktu-waktu akan ada entah siapa yang melanggar batas.Orang memerlukan perlindungan norma dan hukum, karena sesama manusia tidak ada kemungkinan saling mempercayai dan mempercayakan secara nurani untuk mendapatkan perlindungan satu sama lain. Anda bisa berkata: Saya tidak perduli dan tidak mempelajari hukum. Tanpa pasal-pasal hukumpun saya tidak mencuri, tidak akan melakukan korupsi, mo- limo, pembunuhan atau menyakiti orang lain. Kunci-kunci hukum sudah ada dalam kandungan nurani, kalbu dan akal sehat saya. Ada KUHP atau tidak, ada undang-undang atau tidak, saya insya Allah bisa menjadi manusia yang tidak akan melanggar hakikat hidup manusia yang sejak diciptakan Allah memang wajib saling menyelamatkan, saling menyejahterakan dan mencintai satu sama lain. Akan tetapi di alam modern sekarang kalimat Anda itu tidak akan dipercaya oleh siapapun. Karena manusia modern tidak punya pengalaman menjadi manusia baik dengan hanya berbekal nurani dan akal sehatnya sendiri.Manusia modern tidak melanggar hukum karena takut kepada hukum, bahkan takut kepada polisi. Manusia modern sangat sukar percaya kepada orang baik, karena tidak punya pengalaman otentik untuk menjadi orang baik.Ada sejumlah orang di dunia modern yang benar-benar baik, tapi tak akan diakui sebagai orang baik, karena adanya orang baik pada wacana modern hanya terdapat di masa silam.Orang baik adalah mitos. Kebaikan hanya terdapat dalam mitologi. sufi, ulama sejati, hanya beralamat dalam khayalan tentang masa silam. Kalau sufi hidup sekarang, tak akan ada mata, kalbu dan akal yang menemukan dan mengakuinya sebagai sufi. Meskipun Anda benar-benar orang baik, berhasil menolong raja dan rakyat dari bentrok dan kesengsaraan, bahkan dibantu oleh Allah menerapkan keajaiban sehingga produk Anda tak ada duanya di dunia: jangan berharap dipercaya oleh siapa-siapa.Anda pasti justru dicurigai, disinisi, difitnah, dituduh setan, pengkhianat dan segala kata kutukan lain. Karena Anda memang hidup di tengah manusia modern yang merasa dirinya pahlawan-pahlawan rakyat namun yang otentik dan kongkret pada hidup dan kepribadiannya adalah khianat, sinisme, kecurigaan buruk, potensialitas setan, pemfitnah.Mereka tidak kenal yang selain fitnah, sangka buruk, hipokrisi, sikap sok pahlawan, yang datang ke rakyat menderita memproklamirkan diri menjadi pembela rakyat, pejuang rakyat, tanpa para rakyat pernah memintanya atau mengamanatinya menjadi pahlawan.Rakyat juga sama sekali tidak punya parameter untuk membedakan mana pejuang mana pedagang, mana pahlawan mana pendusta, atau mana pecinta mana eksploitator.Rakyat yang sabar dan tahan memelihara kebodohannya semacam itu, saya jamin akan terus-menerus sengsara, tak kan pernah memproleh solusi apapun atas masalah-masalahnya.Karena para pejuang yang mendatangi mereka memang tidak pernah punya niat untuk mencari solusi, justru mereka membutuhkan masalah, membutuhkan penderitaan rakyat, demi eksistensi mereka, demi pencarian nafkah mereka: menjual penderitaan orang banyak. Mereka memproklamasikan diri menjadi nabi tanpa nubuwah.Mengklaim diri sebagai rasul tanpa risalah.Makanan mereka adalah kepala kosong rakyat yang memelihara kebodohannya.Masjid semacam itulah yang dibakar oleh Rasulullah.Sekarang hal itu tak mungkin terjadi, karena negara memiliki hukum. Hukum yang memang sangat diperlukan, namun sangat sempit, linier dan mengandung kebodohan dan boomerang berlimpah-limpah.Tapi silahkan Anda percaya atau tidak: Masjid itu nanti akan dibakar*
Emha Ainun Nadjibb_kalibening@yahoo.com

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu