Skip to main content

Metode Iqra' untuk Konsolidasi Strategis

Konsolidasi Idiil
Apakah kita pernah berpikir sungguh-sungguh, bahwa metode-metode iqra' sanggup kita tumbuhkan dan diperkembangkan, sehingga kita tidak terlampau bertele-tele menemukan perspektif dan sistematika keilmuan Islam yang sesungguhnya demikian gamblang dipaparkan secara substansial dan metodologis oleh dialektika tiga informasi dari Allah yaitu : alam semesta, kehidupan manusia dan Al Qur'an. Dengan demikian kelak mubaligh kita sanggup menemukan relevansi dan integritasnya terhadap kewaji)an-kewajiban mengkhalifahi konsep dan terapan rahmatan lil'alamin. Pada saat itu nanti, saya tidak akan terlalu sibuk menjadi mubaligh darurat seperti pekerjaan saya hari ini.
Amat sayang bahwa Kaum Muslimin belum sungguh-sungguh terdidik dan dibesarkan oleh kebiasaan metodologis dan memakai terminologi keilmuan Islam. Kita disusun oleh mono aspek tradisi syariat, sedangkan untuk segi-segi keilmuan kita digurui oleh 'orang asing' yang pada tingkat tertentu justru telah mencapai tingkat yang secara otomatis terbimbing oleh Islam, betapapun belum secara sadar memahami (apa yang kita sebut) perspektif 'arsyyah dan kaffah. Karena kita dididik oleh kurikulum keilmuan yang bukan saja belum universal, apalagi kosmis, melainkan masih duniawi. (Sangat susah dipahami) mungkin justru kita masih jahiliyah.
Keilmuan kosmis ialah suatu konsep historism yang melihat segala urusan kehidupan berpangkal dari Allah dan berujung di Allah, yang tawadlu terhadap supra-waktu dan meta-ruang. Selama ini tidaklah demikian cakrawala kita dalam mencari dan menentukan batas intelektualitas, filsafat, ideologi, serta kemudian sistem-sisitem nilai. Kita menyelenggarakan negara, tata komunitas, sistem perekonomian, cara berpolitik, yang bersifat provinsialis dan fragmentaris, jauh dari tawadlu dalam kosmos ('arsy 'adhim). Dalam keadaan seperti itu maka peradaban kita hanya dipenuhi oleh bentrok antar subyektivisme yang bukan saja riya' atau sombong, namun juga bodoh. Kalau tiba di hari peringatan Isra' Mi'raj, kita mengandalkan keyakinan buta, atau diam-diam memendam ketidakpahaman ilmiah atasnya serta kekeroposan iman.
Padahal setiap manusia sesungguhnya menjalani Islam, itu tidak bisa dihindari (tak bisa tidak). Di tahap natural, tanaman bertumbuh dan manusia menjadi pembesar, dalam interaksi manusia dan tetumbuhan yang dimaksud sesungguhnya sedang untuk menjalani Islam. Manusia terikat oleh sunnatuilah, ia tidak sanggup untuk tak mengIslam. Tetumbuhan memeluk Islam hingga daun-daunnya gugur : ia menglslam boleh tanpa belajar. Namun manusia harus melewati tahap menjadi khalifah. Nah, disitulah terjadi friksi, yang satu merasa Muslim lainnya merasa anti Islam. Di situ banyak orang anti Islam yang sukses mengembarai sebagian cakrawala Islam (gairah ilmu pengetahuan, pencapaian teknologi); di situ banyak orang merasa Islam yang sesungguhnya buta huruf terhadap 'arsy Islam, baik dalam ilmu kerohanian, teologi, filsafat, etika maupun keilmuan teknik sehari-hari.
Contoh elementernya pada pandangan kita terhadap syariat.
- Kita hanya tahu syariat sebagai hanya aspek normatif. Kita melakukan sholat, umpamanya hanya dalam konteks kepatuhan akan aturan. Kita tidak mencari ilmu dalam bersholat, kita gagal menyentuh aspek kreatif dan rekreatif dad pekerjaan sholat. Tidak heran kalau sholat kita tidak kunjung tanha 'anil fakhsya wal-munkar
- Demikian juga, selain sholat (air), kita tak pemah menekuni zakat (susu), puasa (khamr) atau haji (madu) sebagai buku besar ilmu pengetahuan. Pada-hal ilmu pengetahuan di rahim syariat adalah 'kendaraan' terpenting yang membawa kita ke rumah Allah. Tak heran kalau pekerjaan Haji tidak merupakan puncak tahapan ilmu dan proses spiritual orang Muslim.
- Tak heran pula kalau orang Islam pada umumnya merasa asing terhadap terminologi keilmuan Islam elementer : Syariat, hakikat, tarikat dan makrifat. Saya belum pernah mendengar para pakar, ulama atau cendekiawan Muslim kita mengungkapkan hasil renungan, tajribah, reinterpretasi dan repersepsi terhadap terminologi yang semestinya merupakan makanan sehari-hari Ka um Muslimin tersebut.
- Lebih jarang terdengar lagi kegairahan kita terhadap beribu 'amtsal' dalam Qur'an yang penuh cahaya.

Qur'an lebih sering diperdengarkan sebagai pengukuh egoisme kekuasaan atau kepentingan kapitalisasi kehidupan.
- Dengan demikian kita masih memerlukan waktu panjang dan ketelatenan untuk menemukan benang merah dari apa yang disebut sebagai "masyarakat ilmiah yang agamis",. Kalau term ini berangkat dari apa yang di atas saya sebut peta parsial dan fragmentaris, maka tentu amat jauh berbe-da dengan apa yang sesungguhnya ditawarkan oleh 'arsy Islam; seperti perbedaan antara sebuah planet dengan peta galaksi maha galaksi.

Sebuah Tawaran
1. Memperlebar pintu dan kewenangan berijtihad
2. Reinternalisasi syariat
3. Melembagakan zawiyyah di masjid-masjid sebagai laboratorium kreativitas keilmuan
4. Merubah psikologism-khilafiyah menjadi kerjasama pencarian ilmu
5. Memulai secara serius penggunaan AlQur'an sebagai kepustakaan utama.

Yogya, Minggu 5 Maret 1939
(Emha Ainun Nadjib/ "Nasionalisme Muhammad" - Islam Menyongsong Masa Depan / Sipress / 1995 / PadhangmBulanNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu