Skip to main content

PECEL BELUT

Mungkin saja Anda kini sedang sibuk memulai 'Pelita' baru warung Anda. Tubuh warung gedhek dilapisi koran supaya sedikit cemerlang, meja kursi dibikin mulus, toples dan piring gelas diusahakan mengkilat, dan yang terpenting Anda persiapkan menu-menu baru yang istimewa dan unik. Mungkin Anda mau populerkan -- sebutlah -- "Es Gombloh", pecel belut model kontemporer yang dibikin punya rasa salad Amerika, memperkenaikan sarakbah dari seberang laut, atau ballut ala negeri Cory Aquino.
Pokoknya suguhan serba sip. Setiap pelanggan rnerasa fly to heaven dan akan senantiasa terkenang-kenang, lantas memutuskan menu makanan warung Anda adalah pacar atau istri kedua.
Nah, 'Pelita' Anda tak cukup hanya dengan membenahi 'segi internal' warung. Sesudah menu mumpuni, soalnya adalah bagaimana cara menjualnya, di mana Anda menjualnya dan kepada siapa saja berita tentang warung Anda harus disampaikan.
Bagi beberapa putuh orang yang sudah selalu makan di warung Anda, perubahan menu itu langsung terasa.

Lantas mungkin mereka menggethok-tular-kan kepada handai tolan mereka. tapi gethok tular itu sifatnya spekulatif, seingga tak bisa Anda daftari dalam 'matematika target-target' Anda.
Ada jarak atau tahap antara pelanggan menuju menu. Sebelum itu ada tahap atau jarak antara warung Anda dengan sangat banyak orang yang tidak tahu menahu tentang warung Anda dan hanya sedikit mendengar slenthang-slenthing bahwa warung Anda menyelenggarakan revolusi menu: tapi hal itu kurang menarik minatnya, terutama karena selama ini reputasi warung memang seperti klub Galatama papan bawah.
Dengan kata lain, beratus beribu orang yang lalu lalang di depan lokasi Warung Anda tidak tahu menahu tentang warung Anda. Maka soalnya adalah bagaimana membikin mereka tahu. kta harus yakin bahwa sekarang kelas kita adalah Galatama papan atas dan kita harus bermain di hadapan sebanyak mungkin orang.
Petinju Sugar Ray Robinson meniadi idoianya Mohammad Ali. Tapi Ali memiliki plus dibanding Robinson: di samping keprigelan bertinju yang cemerlang, Ali jauh lebih tahu bagaiamana 'berjualan'. Maka Alilah pionir dari omset bisnis tinju yang fantastik, di mana Ray Leonard dan Tyson kini harus berterirna kasih oleh rintisan itu.
Ali bukan 'the big mouth', karena yang disebut 'mulut besar' itu sekadar metode jual jamu. Tentu saja ia akan hancur kalau jamunya tidak benar-benar manjur. Tapi semanjur apa pun jamunya, kalau ia tak tahu bagaimana menjualnya, maka jamu itu akan diminum hanya oieh beberapa pelanggan yang memang "telanjur mencintai Anda".
Itu kaiau Anda memang berniat 'berjualan'. Kalau saya sendiri memang tak berbakat dan tak punya niat untuk itu. Saya hanya koki peracik kopi yang pasif. Kalau ada yang berminat, alhamdulillah, tidak ya alhamdulillah.
Saya tidak perlu teriak-teriak keliling kota, bikin poster, menyeponsori pentas, atau apa pun. Silakan bell kopi dari saya, dan kalau Anda hendak menjualnya kembali, silakan pakai kerangka dan metode Anda sendiri sesuai dengan cakrawala yang akan Anda arungi. Sesekali saya akan bantu berteriak, sebab hidup tanpa teriak itu ibarat kopi kurang nyegrak.
(Emha Ainun Nadjib/"Secangkir Kopi Jon Pakir"/Mizan/1996/PadhangmBulanNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu