Skip to main content

ANDALAN DAN HARAPAN RAKYAT (Balada Kemunafikan)

Kubuka jendela, kutatap langit, dan aku bergumam:

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang merasa punya Negara. Padahal Negara yang mereka maksud adalah Perusahaan. Yang memperniagakan kedaulatan mereka, menjual tanah dan air dan harta benda mereka. Untuk kepentingan kumpulan orang yang mereka mandati untuk mengurusi Negara. Yang kemudian dijadikan Perusahaan.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang tidak pernah mau belajar tentang beda antara Negara dengan Pemerintah. Kemudian rakyat itu secara berkala dan terus-menerus memilih dan mengangkat Pemerintah, yang secara sengaja membangun kerancuan antara Negara dengan Pemerintah. Sehingga sewaktu-waktu kalau punya kepentingan, Pemerintah itu mengaku dirinya sebagai Negara.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang tiap hari, tiap minggu, bulan dan tahun, selalu menitipkan harapan kepada kumpulan orang yang tidak pernah bisa diharapkan. Yang sepanjang masa mengandalkan kelompok orang yang terbukti tak pernah bisa diandalkan. Yang menghabiskan waktunya untuk mempercayai gerombolan orang yang tidak pernah membuktikan bahwa mereka bisa dipercaya.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang selalu sangat bersemangat memilih pemimpin demi pemimpin. Yang kemudian ternyata bukan pemimpin, melainkan penguasa. Yang kemudian ternyata tidak hanya penguasa, melainkan penipu-penipu yang mengelabui rakyat dengan demokrasi, pameran nasionalisme, sesumbar janji yang diingkari, kemajuan gincu dan berbagai kostum Agama untuk manipulasi. Sampai akhirnya rakyat itu sendiri kelelahan menghitung jumlah pencuri di antara mereka yang dipercaya dan diamanati.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang melihat korupsi hanya pada urusan harta benda. Dan tidak pernah mau belajar kepada korupsi yang tersembunyi di balik kata-kata pidato dan pernyataan. Korupsi yang sebenarnya sangat transparan tampil bersama pola pikir, cara melihat masalah, atau sikap ketika memperlakukan kenyataan. Korupsi yang bersembunyi di belakang aturan, kebijakan, ketetapan, keputusan, bahkan juga rekomendasi dan fatwa.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang terlalu mudah diperdaya oleh pencitraan. Terlalu gampang ditipu oleh penampilan. Terlalu tidak punya kontrol terhadap kelaliman di balik kesantunan. Terlalu tidak seimbang antara kemampuan analisis mereka terhadap bentuk-bentuk kemunafikan, dengan semakin membengkak dan maraknya jenis-jenis dan formula kemunafikan yang mengepung mereka.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang semakin hari semakin tipis kadar kewaspadaan mereka terhadap berbagai arus besar maupun kecil penindasan yang menimpa mereka. Semakin rendah kepekaan mereka terhadap lalu lintas dan mekanisme pencurian halus atas hak milik mereka, penghinaan yang bertahap atas harga diri mereka, serta pelecehan yang terukur atas kedaulatan dan martabat mereka sebagai rakyat.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang pengetahuannya hanya kepingan-kepingan dan eceran-eceran atas penganiayaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menguasai mereka. Rakyat yang tidak belajar mengerti bahwa mereka sedang ditelanjangi kerakyatan, kebangsaan dan kemanusiaan mereka. Rakyat yang tidak mengerti dan tidak ada tanda-tanda bahwa meraka akan pernah mengerti bahwa mereka tidak mengerti.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang tidak punya pertahanan pengetahuan tentang urusan mereka. Tidak punya kedaulatan ilmu tentang hak dan kewajiban mereka. Tidak punya resistensi akal dan nalar atas bahaya yang menindih mereka. Tidak punya saringan apapun yang memadai untuk membedakan antara arus yang menyejahterakan atau memiskinkan mereka. Yang menyelamatkan atau menghancurkan mereka. Yang membawa mereka ke gunung tinggi kemashlahatan atau yang menyorong mereka ke jurang kehancuran.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang bersedia bermusuhan satu sama lain demi membela organisasi atau tokoh-tokoh yang menipu mereka. Rakyat yang siap bertengkar siang malam mempertahankan kepentingan lembaga atau idola-idola yang memanfaatkan mereka, menginjak pundak bahkan kepala mereka demi mencapai kepentingannya. Rakyat yang siaga bertempur dan berani mati membela sesuatu yang mereka tidak pahami, mempertahankan nilai yang mereka tidak mengerti, bahkan membarikade pertahanan bagi orang-orang yang mereka sangka pemimpin, padahal penghancur nasib mereka.

Apa yang bisa diandalkan dan diharapkan dari rakyat yang karena dikuasai maka mereka pun ingin bergabung dalam kekuasaan. Yang hartanya dicuri maka mereka pun ingin turut mencuri. Yang hak miliknya diserobot maka mereka pun mencari peluang untuk juga bisa menyerobot. Yang karena jalannya dipotong maka mereka pun belajar memotong. Yang karena hidupnya dicurangi maka mereka pun melatih naluri dan spontanitas untuk juga berbuat curang, sejak keluar dari pintu rumah, di jalanan, di kantor, di gedung-gedung, di segala urusan, termasuk di rumah-rumah ibadah, bahkan menyelipkan kecurangan di dalam doa-doa mereka.

Yogya, 18 September 2017
Emha Ainun Nadjib
#Khasanah

https://www.caknun.com/2017/andalan-dan-harapan-rakyat/



Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu