Skip to main content

Para Patriot (3)

Anak kita, seorang pelajar SMA yang tinggal di Jalan. P. Sentik, Tanah Grogot, Kalimantan Timur, berkirim surat meminta sebuah mesin ketik. "Itu sangat berarti bagi saya, untuk mengembangkan bidang tulis menulis untuk dimuat di media massa," katanya.
Ini salah satu contoh dari banyak anak-anak kita yang bersurat ke rubrik ini, yang memandang kehidupan ini sedemikian sederhana dan penuh jalan pintas. Bekerja sebagai penulis sedemikian gampangnya: ada mesin ketik, menulis, lantas dimuat di media massa. Padahal jarak antara mesin ketik dengan menulis itu bukan main lebar dan ruwetnya. Apalagi jarak antara tulisan dengan pemuatan di media massa.
Tentu saja akan sangat mengharukan kalau lantas ada yang bermurah hati mengiriminya mesin ketik. Tetapi harus kita ingatkan bahwa itu belum tentu merupakan 'jalan keluar' bagi sukses menjadi seorang penulis.
Juga pastilah siapa saja yang beritikad untuk menolong, ia berhak dan memang lebih afdhal apabila terlebih dahulu bersilaturahmi, berkorespondensi atau syukur berdialog langsung dengan orang yang ingin ditolongnya demi agar ia memperoleh pengetahuan dan kepercayaan yang lebih pasti tentang yang akan ditolongnya.
Saya sendiri belajar menulis di Yogya awal era 1970-an dengan banyak teman. Kami tidak pernah berpikir teknis: ada kertas atau tidak, ada mesin ketik atau tidak. Itu soal gampang. Bisa nunut sesekali, atau ditulis tangan. Sebab yang 'bergemuruh' dalam diri seseorang yang berjuang belajar menulis adalah soal-soal yang kualitatif: bagaimana menghayati kehidupan merenungi masalah-masalah, peka terhadap nilai-nilai, kerja keras dengan otak, akal budi, perasaan dan hatinurani.
Soal kertas dan mesin ketik, itu masalah teknis yang amat gampang diatasi. Bisa numpang tetangga, atau di Kantor Kelurahan, dan Insya Allah tanpa harus menyodorkan Sertiikat Lulus Penataran P-4. Tetangga dan Pak Lurah pasti senang ada warganya yang belajar kreatif, sebab mereka mestinya bukan orang sakit jiwa.
Pesan pribadi saya kepada para calon penulis atau patriot pemburu masa depan: berapa jam kerjamu dalam sehari-hari? Saya sudah tua, dan justru karena itu saya tidur setelah subuh, kemudian pukul 08.00 pagi sudah siap 'perang' lagi. Seandainya saya ini boleh diangap penulis yang sudah 'jadi', modal saya ada tiga:
- Pertama, anugerah Allah.
- Kedua, belajar dan bekerja keras.
- Ketiga, keikhlasan doa Ibu saya dan Anda semua.
Apa yang harus kita perjuangkan terutama qdalah etos kerja, kesediaan untuk bekerja keras dan 'kejam' kepada diri sendiri. Bukan memimpikan fasilitas. Salah satu wujud kreatiitas adalah 'kesanggupan bekerja maksimal dalam kondisi dan fasilitas yang minimal.'
Tapi anak-anak sekarang baru mau bekerja kalau jelas gajinya. baru mau melakukan sesuatu kalau lengkap fasilitasnya dan ada jaminan hasil. Mereka tidak bisa menjadi pejuang bahkan bagi dirinya sendiri, sebab tidak ada perjuangan yang titik tujuan atau hasilnya bisa dipastikan.
Kalau mereka disuruh masuk hutan, mereka memastikan dulu apakah di dalamnya ada buah yang dicarinya, ada macan atau ular yang rnengancam atau tidak. Bahkan mungkin mereka riset dulu berapa luas hutan, jenis tanahnya, atau ada warung atau tidak, ada pentas dangdut dan metal atau tidak. Kalau sudah jelas semuanya, baru mereka melangkahkan kaki masuk hutan.
(Harian SURYA, Senin 15 Maret 1993)
(Emha Ainun Nadjib/"Gelandangan Di Kamping Sendiri"/ Pustaka Pelajar/1995/PadhangmBulanNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak