Skip to main content

CITA-CITA SUCI "SI DIA"

Di Jakarta, pusat kemajuan Indonesia, terdapatlah seorang wanita bintang seks yang cukup terkenal. la seorang foto model dan bintang film yang dianugerahi Tuhan wajah cantik dan tubuh indah. Rupanya ia tidak 'egois': anugerah itu tak dipakainya sendiri atau tak dipersembahkan hanya buat suaminya tercinta. la 'mendermakannya' kepada sebanyak mungkin orang, dengan cara membuka dan memaparkan keindahannya itu di depan kamera.
Berkat 'kedermawatian'-nya itu, ia pun memperoleh uang dan kekayaan yang jauh melebihi kebanyakan penduduk negerinya.
Itu, tentu saja, bukan berita aneh. Bahkan 'bukan berita'. Sebab kita sudah terbiasa memadukan baik dengan buruk secara harmonis. Kita mampu mengiklankan "budaya timur" sambil melanggarnya. Kita sanggup mempidatokan Ketuhanan Yang Maha Esa justru untuk melanggar-Nya. Kita ahli bicara soal film yang kultural edukatif sambil memproduksi barang jualan yang kurang beradab dan tak mendidik. Dunia jahiliah sudah mendarah daging, sehingga makin tdak terasa.
Yang menjadi berita adaiah bagaimana bintang seks kita itu mendidik putrinya. Dengan sadar ia menggiring anak kinasihnya untuk mengikuii jejaknya. Ia bahkan bangga.
Tahun ini sang putri berumur 16. Berbagai fotonya dengan pakaian yang justru menonjolkan bentuk tubuhnya yang amat merangsang telah mulai terpampang di beberapa media massa cetak. Sang putri ini sangat cerdas bagaimana mewarisi semangat ibunya, dan sudah canggih bikin pernyataan kepada wartawan: "Saya sudah siap melakukan adegan-adegan panas. Memang saya mengambil pengalaman dari yang Ibu lakukan,
tapi saya ingin menjadi diri sendiri."
Maksudnya, ternyata, "Saya ingin tampil lebih hangat. Tapi juga ditunjang oleh kemampuan akting. Kalau soal buka-buka pakaian di depan 'camera sih soal gampang, tapi bagaimana menentukan pose dan akting yang pas, itu yang harus saya pelajari."
Kenapa hal ini rnenjadi berita?
Karena, biasanya, pelacur yang paling pelacur pun tak menginginkan anaknya jadi pelacur. "Biarlah saya rusak, tapi anak saya harus jadi orang balk-balk" biasanya demikian pelacur bersikap. Bahkan ada pelacur yang dengan sadar melacurkan diri demi membiayai proses kemajuan anaknya menuju masa depan yang balk. Pelacur biasanya punya cita-cita luhur bagi anak-anaknya. Ia menjadi pelacur tidak karena keyakinan atau hobinya, tetapi karena keterpepetan untuk menjadi semacam martir.
Jadi apa yang kita jumpai pada bintang seks kita di atas, adalah gejala yang berbeda.
Saya menduga itu bukan hanya fenomena psikologis melainkan lebih dari itu: ia adalah munculan dari gejala peradaban yang lebih luas dan makin merata.
Merata. Masuk kampung kita. RK dan RT kita. Lantas rumah kita.
Sementara itu kita sibuk mempertengkarkan apakah huruf alif sebaiknya ditulis lurus atau sedikit bengkok.
(Emha Ainun Nadjib/"Secangkir Kopi Jon Pakir"/Mizan/1996/PadhangmBulanNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu