Inisiatif Gus Dur dan Karangan Saya
Sore-sore esok harinya saya dolan ke rumah Gus
Dur. Mengobrol dan sampai pada kelucuan di
Masjid Baiturrahim itu. Tanpa saya duga Gus Dur
mengambil inisiatif: “Begini saja, besok tanggal
7 Maret saya akan jemput Soeharto. Saya
berangkat dari rumah Ciganjur jam 07.00, sekitar
jam 08.30 sampai di Cendana rumah Soeharto,
kemudian langsung akan saya ajak ke Masjid
Istiqlal untuk kita laksanakan acara Taubah
Nasuha itu!” Bagai terkena durian runtuh, ceria
gembiralah saya. Saya pulang dengan hati
berbunga-bunga. Ketika wartawan bertanya, saya
jawab persis seperti yang direncanakan oleh Gus
Dur. Kemudian karena para wartawan juga
bersemangat, maka mereka mendatangi Gus Dur
untuk merekonfirmasi kepastian acara tanggal 7
Maret 1999 pagi hari nanti itu. Gus Dur menjawab
para wartawan: “Siapa yang bilang itu?” Wartawan
menjawab: “Cak Nun...” Gus Dur menimpali dengan
nada khas etnik Jombang: “Ah, biaaaasa itu Cak
Nun ngarang-ngaarang....” Dan, percayalah, semua
orang percaya kepada Gus Dur, tanpa tersisa
satupun yang percaya kepada saya.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Fatwa Abu Bakar Baasyir Kampanye Putih SBY
Beberapa hari sebelum hari pemilihan langsung
Presiden RI, saya mengunjungi Abu Bakar Baasyir
di LP Cipinang untuk menyapanya sebagai manusia
dan seorang Bapak. Di luar tema yang saya
kemukakan, Baasyir mengemukakan bahwa Susilo
Bambang Yudhoyono lebih besar mudlaratnya
dibanding Megawati, sehingga dalam pemilu nanti
dia memilih Mega dan memberi fatwa kepada
ummatnya agar jangan memilih SBY, terutama
katanya karena ada konteks dengan Amerika
Serikat, yang saya tidak paham. Karena hampir
tiap malam saya bertemu dengan ribuan orang
dalam forum-forum di berbagai daerah, dan karena
pasti di antara mereka ada yang menanyakan, maka
saya kemukakan kepada public pilihan Baasyir
itu. Tetapi percayalah bahwa itu justru menambah
jumlah perolehan suara SBY. Jika suara Baasyir
itu dianggap kampanye, maka percayalah karena
posisi politik Baasyir pernyataannya justru
menjadi black-campaign bagi Mega dan
white-campaign bagi SBY.
SBY dicintai sangat banyak rakyat Indonesia,
pada sejumlah hal melebihi cinta mereka kepada
Tuhan dan Nabi mereka. Kalau Tuhan dan Nabi
diperhinakan oleh perilaku kebudayaan, mereka
bersedih. Tapi kalau SBY dikritik sedikit saja,
mereka marah dengan kadar emosi tinggi. Dulu
Soeharto “tidak mungkin salah, karena dia
berkuasa dan kaya”. Orang kuasa mustahil salah,
orang kaya pasti benar. Kemudian BJ Habibie
selalu salah, sebab Presiden yang tidak disukai
rakyat tidak mungkin berbuat benar. Setelah itu
“Gus Dur can do no wrong”. Orang yang pernah
terbersit di otaknya bahwa Gus Dur bersalah,
hanya dua kemungkinannya: dia orang jahat, atau
gila. Lantas Megawati “Ibu rumah tangga tidak
pinter yang jadi Presiden berkat kharisma
Bapaknya”. Dia dianggap tak punya kesalahan
karena diyakini tidak mengerti perbedaan antara
kesalahan dengan kebenaran. Kenyataannya, bangsa
saya selalu mantap dengan siapapun dan apapun
jenis Presidennya. Mereka semua dianggap
memenuhi empat (4) persyaratan: Kapabilitas,
Akontabilitas, Kredibilitas dan Akseptabilitas.
Kalau sesekali rakyat terdengar mengejek
Presidennya, itu semata-mata tanda kemesraan
cinta mereka. Soekarno dijunjung sebagai
pemimpin Besar Revolusi dan Waliyul Amri
Dharurah bis-Syaukah (dalam keadaan-keadaan
khusus yang bahaya, beliau selalu mampu
mengatasi masalah). Soeharto Bapak Pembangunan
Nasional. B.J Habibie Ilmuwan Agung. Megawati
Ibu yang penuh kelembutan. Gus Dur dipercaya
oleh sangat banyak orang bahwa kesalahannya
adalah kebenaran.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Empat Kriteria Calon Presiden
Bebarapa tahun yll saya pernah diberi kemurahan
oleh Tuhan untuk membantu pendirian sebuah
pesantren yang Kiainya bermata buta. Pesantren
berdiri, santri berdatangan, setahun sekali
ribuan rakyat berkumpul, dan saya selalu setia
datang menemani banyak kesibukan pesantren ini.
Ketika berbicara di depan ribuan orang itu tak
sengaja saya bertanya kepada mereka: “Siapa
idola Ibu-ibu Bapak-bapak dan para hadirin
semua?” Mereka menjawab serempak: “Gus Duuuur!”
Saya teruskan pertanyaan: “Siapa pemimpin
Saudara-saudara semua?” Makin serempak: “Gus
Duuur!” “Siapa tokoh utama Saudara-saudara di
negeri ini?” “Gus Duuuur!” “Siapa yang paling
berjasa kepada Saudara-saudara?” “Gus Duuuur!”
“Sudah berapa kali Gus Dur mengunjungi pesantren
ini?” “Belum pernaaaah!” “Apakah Gus Dur pernah
membantu keuangan pesantren ini?” “Beluuum!”
“Apakah Ibu-ibu Bapak-bapak Saudara-saudara
kenal Gus Dur?” “Kenal dari koraaaan!” “Apakah
Gus Dur kenal Saudara-saudara?” “Tidaaaak!”
“Siapa calon Presiden Saudara-saudara semua?”
“Gus Duuuur!” “Kenapa Gus Dur yang
Saudara-saudara yakini sebagai Presiden pilihan
dan terbaik?” Bersahut-sahutan rakyat menjawab:
“Karena keturunan Nabi Muhammad!” “Karena suka
ziarah kubur!” “Karena Waliiiii!” “Karena jujur
dan adiiiiil!” Empat pas. Tepat benar rakyat
kami mengklasifikasikan empat kriteria bagi
calon Presidennya.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Sore-sore esok harinya saya dolan ke rumah Gus
Dur. Mengobrol dan sampai pada kelucuan di
Masjid Baiturrahim itu. Tanpa saya duga Gus Dur
mengambil inisiatif: “Begini saja, besok tanggal
7 Maret saya akan jemput Soeharto. Saya
berangkat dari rumah Ciganjur jam 07.00, sekitar
jam 08.30 sampai di Cendana rumah Soeharto,
kemudian langsung akan saya ajak ke Masjid
Istiqlal untuk kita laksanakan acara Taubah
Nasuha itu!” Bagai terkena durian runtuh, ceria
gembiralah saya. Saya pulang dengan hati
berbunga-bunga. Ketika wartawan bertanya, saya
jawab persis seperti yang direncanakan oleh Gus
Dur. Kemudian karena para wartawan juga
bersemangat, maka mereka mendatangi Gus Dur
untuk merekonfirmasi kepastian acara tanggal 7
Maret 1999 pagi hari nanti itu. Gus Dur menjawab
para wartawan: “Siapa yang bilang itu?” Wartawan
menjawab: “Cak Nun...” Gus Dur menimpali dengan
nada khas etnik Jombang: “Ah, biaaaasa itu Cak
Nun ngarang-ngaarang....” Dan, percayalah, semua
orang percaya kepada Gus Dur, tanpa tersisa
satupun yang percaya kepada saya.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Fatwa Abu Bakar Baasyir Kampanye Putih SBY
Beberapa hari sebelum hari pemilihan langsung
Presiden RI, saya mengunjungi Abu Bakar Baasyir
di LP Cipinang untuk menyapanya sebagai manusia
dan seorang Bapak. Di luar tema yang saya
kemukakan, Baasyir mengemukakan bahwa Susilo
Bambang Yudhoyono lebih besar mudlaratnya
dibanding Megawati, sehingga dalam pemilu nanti
dia memilih Mega dan memberi fatwa kepada
ummatnya agar jangan memilih SBY, terutama
katanya karena ada konteks dengan Amerika
Serikat, yang saya tidak paham. Karena hampir
tiap malam saya bertemu dengan ribuan orang
dalam forum-forum di berbagai daerah, dan karena
pasti di antara mereka ada yang menanyakan, maka
saya kemukakan kepada public pilihan Baasyir
itu. Tetapi percayalah bahwa itu justru menambah
jumlah perolehan suara SBY. Jika suara Baasyir
itu dianggap kampanye, maka percayalah karena
posisi politik Baasyir pernyataannya justru
menjadi black-campaign bagi Mega dan
white-campaign bagi SBY.
SBY dicintai sangat banyak rakyat Indonesia,
pada sejumlah hal melebihi cinta mereka kepada
Tuhan dan Nabi mereka. Kalau Tuhan dan Nabi
diperhinakan oleh perilaku kebudayaan, mereka
bersedih. Tapi kalau SBY dikritik sedikit saja,
mereka marah dengan kadar emosi tinggi. Dulu
Soeharto “tidak mungkin salah, karena dia
berkuasa dan kaya”. Orang kuasa mustahil salah,
orang kaya pasti benar. Kemudian BJ Habibie
selalu salah, sebab Presiden yang tidak disukai
rakyat tidak mungkin berbuat benar. Setelah itu
“Gus Dur can do no wrong”. Orang yang pernah
terbersit di otaknya bahwa Gus Dur bersalah,
hanya dua kemungkinannya: dia orang jahat, atau
gila. Lantas Megawati “Ibu rumah tangga tidak
pinter yang jadi Presiden berkat kharisma
Bapaknya”. Dia dianggap tak punya kesalahan
karena diyakini tidak mengerti perbedaan antara
kesalahan dengan kebenaran. Kenyataannya, bangsa
saya selalu mantap dengan siapapun dan apapun
jenis Presidennya. Mereka semua dianggap
memenuhi empat (4) persyaratan: Kapabilitas,
Akontabilitas, Kredibilitas dan Akseptabilitas.
Kalau sesekali rakyat terdengar mengejek
Presidennya, itu semata-mata tanda kemesraan
cinta mereka. Soekarno dijunjung sebagai
pemimpin Besar Revolusi dan Waliyul Amri
Dharurah bis-Syaukah (dalam keadaan-keadaan
khusus yang bahaya, beliau selalu mampu
mengatasi masalah). Soeharto Bapak Pembangunan
Nasional. B.J Habibie Ilmuwan Agung. Megawati
Ibu yang penuh kelembutan. Gus Dur dipercaya
oleh sangat banyak orang bahwa kesalahannya
adalah kebenaran.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Empat Kriteria Calon Presiden
Bebarapa tahun yll saya pernah diberi kemurahan
oleh Tuhan untuk membantu pendirian sebuah
pesantren yang Kiainya bermata buta. Pesantren
berdiri, santri berdatangan, setahun sekali
ribuan rakyat berkumpul, dan saya selalu setia
datang menemani banyak kesibukan pesantren ini.
Ketika berbicara di depan ribuan orang itu tak
sengaja saya bertanya kepada mereka: “Siapa
idola Ibu-ibu Bapak-bapak dan para hadirin
semua?” Mereka menjawab serempak: “Gus Duuuur!”
Saya teruskan pertanyaan: “Siapa pemimpin
Saudara-saudara semua?” Makin serempak: “Gus
Duuur!” “Siapa tokoh utama Saudara-saudara di
negeri ini?” “Gus Duuuur!” “Siapa yang paling
berjasa kepada Saudara-saudara?” “Gus Duuuur!”
“Sudah berapa kali Gus Dur mengunjungi pesantren
ini?” “Belum pernaaaah!” “Apakah Gus Dur pernah
membantu keuangan pesantren ini?” “Beluuum!”
“Apakah Ibu-ibu Bapak-bapak Saudara-saudara
kenal Gus Dur?” “Kenal dari koraaaan!” “Apakah
Gus Dur kenal Saudara-saudara?” “Tidaaaak!”
“Siapa calon Presiden Saudara-saudara semua?”
“Gus Duuuur!” “Kenapa Gus Dur yang
Saudara-saudara yakini sebagai Presiden pilihan
dan terbaik?” Bersahut-sahutan rakyat menjawab:
“Karena keturunan Nabi Muhammad!” “Karena suka
ziarah kubur!” “Karena Waliiiii!” “Karena jujur
dan adiiiiil!” Empat pas. Tepat benar rakyat
kami mengklasifikasikan empat kriteria bagi
calon Presidennya.
Bangsa saya sangat pendendam, sekaligus sangat
pemaaf. Terdapat jenis kejahatan yang khas di
kandungan hati bangsa saya, tapi mereka berbudi
mulia. Ada semacam keangkuhan yang sangat
egoistik, tapi jangan lupa mereka juga sangat
penuh kerendah-hatian. Tetapi sangat jelas
perilaku yang paling menonjol pada kehidupan
mereka adalah bergurau. Atau barangkali orang
lain menjumpai mereka sebagai bangsa pemalas.
Atau bangsa pelupa. Bangsa saya tidak
serius-serius amat menjalani hidup ini.
Comments