Skip to main content

Awas, 'Waswasa Yuwaswisu' Hatimu

Tersebutlah seorang tukang tenung alias sihir atawa santet bernama Labib bin Asham, seorang Yahudi.
Pada suatu hari Rasulullah Muhammad Saw. menderita sakit yang bukan saja memarahkan, tapi juga aneh dan sukar diidentifikasi. Disantetkah beliau? Seorang Nabi, seorang Rasul, perutusan dan kekasih Allah yang ma'shum, mempan disantet?
Tetapi memang mukjizat Muhammad adalah bahwa ia Nabi yang biasa-biasa saja. Yang Tidak terpelajar.

Bukan jagoan intelektual dan tak ahli bikin syair. Tidak otot kawat balung wesi hingga tak terbakar oleh api seperti Ibrahim. Tak punya tongkat ajaib semacam Musa atau telapak tangan sakti bak Isa. Muhammad lumrah-lurnrah saja. Oleh karena itu ia populis, aktual dan tidak elitis. Tidur beralaskan daun aren ya OK.

Baju tinggal satu diminta orang ya dikasihkan. Kalau kelaparan perutnya diganjal batu sehingga
menggembung bak Dul Gendut.
Maka hari tatkala beliau sakit aneh, didatangkanlah oleh Allah malaikat-Nya. Bagaikan dokter dan perawat, malaikat yang satu duduk di dekat kepala beliau, sementara lainnya di dekat kaki beliau. Cobalah pandang sorot wajah dan sikap tubuh mereka: terasa kedua malaikat itu sayaaang banget kepada nabi.
"Apa yang kau jumpai?" bertanya malaikat yang duduk di dekat kaki kepada rekannya
"Thib", jawab lainnya.
"Apa itu gerangan?"
"Semacam sihir...."
"Siapa yang melakukannya?"
"Labib bin al-Asham. Orang Yahudi." tandanya?"
"Di dekat sumur keluarga sebelah itu...."
Lantas keduanya beranjak menuju pendaman santet sebelah sumur itu, mengurasnya dan rnembakarnya.
Keesokan harinya Nabi mernang beberapa sahabatnya, antara lain Ammar bin Yasir. Nabi meminta mereka untuk memeriksa sumur itu dan tampaklah air sumur itu menjadi kemerah-merahan. Dikuras oleh mereka.

Batu di dalamnya diangkat. Juga sebuah bungkusan, yang lantas mereka bakar. Bungkusan apa gerangan? Pitik putih mulus? Empedu musang? Lemah kuburan?
Kemudian difirmankanlah ayat-ayat dalam Surah yang kini hampir setiap muslim nenghafainya. Surah al-mu'adzdzatain, yakni al' Falaq dan an-Nas. 'Puisi' yang amat bersahaja namun esensial, hakiki, realistis dan merupakan pemadatan dari kebutuhan konkret keseharian manusia:
"Katakanlah:
Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Raja manusia
Dari bisikan setan yang bersembunyi Yang terdiri atas jin dan manusia;
Katakanlah:
Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh
Dari kejahatan makhluk
Dari kejahatan malam bila gelap
Dari kejahatan penyihir yang menghembus pada buhul-buhul
Dari kejahatan orang dengki tatkala ia dengki"
Betapa tarneng firman-Nya itu merangkum segala jenis sihir: lontaran-lontaran tenung, bisikan-bisikan di dalam dada, hasutan-hasutan dari apa pun dan siapa pun saja: sesama manusia, tetangga, orang iri, iklan-iklan, informasi-informasi fasik, kampanye-kampanye yang rnempelesetkan kesadaran dan akal sehat.

Alladzi yuzwaswisu fis shudurinnas. Yang mengipas-ngipas hati manusia.
Bisikan, hasutan dan sihir yang menjauhkan kita dari kedekatan dengan Allah itu minal jinnati wan-nas, berasal dari kaum jin dan manusia. Dalam konteks apa pun: pergaulan sehari-hari. Peribadatan. Politik. Perniagaan.
***
Memang hanya jin dan manusialah yang merupakan figur. Sedangkan iblis atau setan adalah potensi atau sistem energi. juga malaikat; meskipun ketiganya bisa memanifestasikan diri menjadi seolah-olah figur seperti halnya dua malaikat yang menyantuni Nabi ketika sakit itu.
Malaikat adalah potensi dan sistem energi yang bekerja di alam dan manusia. Ia mengerjakan metamorfosis sel-sel, mengaktifkan hormon-hormon, menumbuhkan rambut, mengukuhkan tulang, membersihkan hati, menjernihkan akal pikiran, serta melakukan apa saja dalam mekanisme alam dan kemanusiaan menuju konstruksi tauhid.
Adapun setan bekerja memperkembangkan kecurangan, pengingkaran, manipulasi, kemaksiatan, kebodohan dan kemalasan. Sementara itu iblis menyuburkan potensi posessiveness, rasa memiliki yang mencuri hak Allah, keserakahan atas dunia, penumpukan harta dan kekuasaan, serta ketinggian hati dan takabur.
Manusia adalah khallfah yang mengatur sistem pemerintahan atas dirinya sendiri. Dialah yang menentukan 'kabinet pemerintahaninya Dialah yang memilih siapa- perdana menteri kepribadiannya: malaikatkah, ibliskah, atau setan. Pada perilaku setiap manusia, pada realiatas sistem-sistem sosial, tampak jelas siapakah suprastruktur yang dipekerjakan oleh manusia; siapakah the ruling power yang dimanjakan oleh khalifah manusia. Apakah 'negara' kehidupan manusia dipimpin oleh sistem energi malaikat, iblis, ataukah setan. Kita semua tinggal berkaca di cermin, menengok, kanan kiri, mengamati lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara untuk mengidenfikasikan siapakah di antara tiga sistem energi itu yang paling memiliki kekuasaan dan alat produksi.
Hari-hari ini adalah hari tenang. Hari-hari sunyi dan sepi. Pernahkah kita menghayati bahwa justru dalam kesunyianlah suara yang sejati itu terdengar? Bahwa dalam suasana sepi, kontemplatif dan meditatif seperti ini, justru bergaung-gaung swaraning asepi? Sirr-ullah, rahasia kebenaran Allah yang hakiki?
Ilmu manusia, ilmu kita, amatlah terbatas. Tiap hari kita membaca dan mendengar tentang Geofge Bush, tentang Hari Bumi di Brazil, atau tentang suara-suara di Surabaya dan Jakarta. Tapi sekadar mendengar dan membaca. Selebihnya kita tidak mengerti persis. Tanya sunyi sembahyang kita, yang insya'- Allah menunjukkan mana yang sejati dan mana yang palsu?
(Harian SURYA, Senin 8 Juli 1992)
(Emha Ainun Nadjib/"Gelandangan Di Kamping Sendiri"/ Pustaka Pelajar/1995/PadhangmBulanNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

Buruh 2

Para juragan di perusahaan bisa menatar para buruh -sesudah menatar diri mereka sendiri bahwa perburuhan Pancasila, misalnya, adalah kesejahteraan kolektif pada semua yang terlibat dalam suatu lembaga ekonomi. Suatu akhlak yang memperhatikan kepentingan bersama, tidak ada yang menghisap, tidak ada yang dihisap, tidak ada yang mengeksploitasi dan tidak ada yang dieksploitasi. Tidak harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah, sebab tempat kedudukan direktur dengan tukang sapu mernang berlainan sesuai dengan struktur pembagian kerja. Namun setidaknya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kalau sudah di tatar oleh direkturnya, para buruh akan berkata: "Kami para buruh ini punya kepentingan agar perusahaan tempat kami bekerja ini bisa maju semaju-majunya! Siapa sih pekerja yang menginginkan tempat kerjanya bangkrut? Tidak ada kan? Semakin maju perusahaan tempat kerja kami, semakin sejahtera pula kehidupan kami. Begitu mestinya kan? dan logikanya, kalau buruh tidak sejahtera, tidak