Ilir-ilir
5
Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi. Sunan Ampel tidak menuliskan: "Ulama, Ulama", "Pak Jendral, Pak Jendral", "Intelektual, Intelektual" atau apapun lainnya, melainkan "Bocah Angon, Bocah Angon..."
Beliau juga tidak menuturkan : "Penekno sawo kuwi", atau "Penekno pelem kuwi" atau buah apapun lainnya, melainkan "Penekno blimbing kuwi"
Blimbing itu bergigir lima. Terserah tafsirmu apa gerangan yang dimaksud dengan lima.
Yang jelas harus ada yang memanjat "pohon licin reformasi" ini -- yang sungguh-sungguh licin, sehingga banyak tokoh-tokoh yang kita sangka sudah matang dan dewasa ternyata begitu gampang terpeleset dan kini kebingungan bak layang-layang putus.....
Kita harus panjat, selicin apapun, agar blimbing itu bisa kita capai bersama-sama.
Dan yang memanjat harus "Cah Angon". Tentu saja ia boleh seorang doktor, boleh seorang seniman, boleh kiai, jendral, atau siapapun saja -- namun dimilikinya daya angon.
Kesanggupan untuk menggembalakan. Karakter untuk merangkul dan memesrai semua pihak. Determinasi yang menciptakan garis resultan kedamaian bersama. Pemancar kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan, semua kecenderungan.
Bocah Angon adalah seorang pemimpin nasional, bukan tokoh golongan atau pemuka suatu gerombolan. Bocah Angon adalah waliyullah, negarawan sejati, 'orang tua yang jembar', bukan Lowo Ijo yang gemagah, bukan Simorodra yang mengaum-aum seenak napsunya sendiri.
Emha Ainun Nadjib
5
Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi. Sunan Ampel tidak menuliskan: "Ulama, Ulama", "Pak Jendral, Pak Jendral", "Intelektual, Intelektual" atau apapun lainnya, melainkan "Bocah Angon, Bocah Angon..."
Beliau juga tidak menuturkan : "Penekno sawo kuwi", atau "Penekno pelem kuwi" atau buah apapun lainnya, melainkan "Penekno blimbing kuwi"
Blimbing itu bergigir lima. Terserah tafsirmu apa gerangan yang dimaksud dengan lima.
Yang jelas harus ada yang memanjat "pohon licin reformasi" ini -- yang sungguh-sungguh licin, sehingga banyak tokoh-tokoh yang kita sangka sudah matang dan dewasa ternyata begitu gampang terpeleset dan kini kebingungan bak layang-layang putus.....
Kita harus panjat, selicin apapun, agar blimbing itu bisa kita capai bersama-sama.
Dan yang memanjat harus "Cah Angon". Tentu saja ia boleh seorang doktor, boleh seorang seniman, boleh kiai, jendral, atau siapapun saja -- namun dimilikinya daya angon.
Kesanggupan untuk menggembalakan. Karakter untuk merangkul dan memesrai semua pihak. Determinasi yang menciptakan garis resultan kedamaian bersama. Pemancar kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan, semua kecenderungan.
Bocah Angon adalah seorang pemimpin nasional, bukan tokoh golongan atau pemuka suatu gerombolan. Bocah Angon adalah waliyullah, negarawan sejati, 'orang tua yang jembar', bukan Lowo Ijo yang gemagah, bukan Simorodra yang mengaum-aum seenak napsunya sendiri.
Emha Ainun Nadjib
Comments