Skip to main content

Mungkin kita bisa menapak ke depan

Mungkin kita bisa menapak ke depan
Menguak kabut itu bersamamu, menata kembali ruang
Sambil terus berunding dengan waktu.
Dan badai. Tentu, badai itu pasti menyongsong
Tapi coba kita lunakkan, kita lembutkan
Dengan sabar dan shalat
Kemudian atas kerjasama yang baik dengan Tuhan
Kita mohonkan agar tantangan itu diperkenankan
Menjelma jadi rahmat dan kegembiraan

Jaman yang berganti-ganti dan tak masuk akal
Perjuangan berputar-putar, tak jelas maju mundurnya
Topeng-topeng berubah-ubah, tak tahu mana ujungnya
Memberiku kewajiban kemakhlukan, kewajiban persaudaraan
Kewajiban sesamawarga suatu negeri
Sesama anggota suatu masyarakat. Terlebih-lebih
karena kewajiban cinta uluhiyah dan kemesraan kemanusiaan
Membuatku terpojok dan berpikir untuk menapak ke depan
Bersamamu. Tapi mungkin juga tidak
Segala sesuatunya bergantung pada ketetapan hatimu

Aku akan membisikkan sesuatu ke telingamu
Akau akan langkahkan kaki dan gerakkan tanganku bersamamu
Bisikan pertama sebelum bersama kita tempuh perjalanan
Atau mungkin ini bisikan terakhir, sesudah berpuluh tahun
Kutiup gendang batinmu dengan beribu bisikan
Beribu teriakan, bahkan beribu pekikan, yang kau sia-siakan
Sesudah kubung-buang diriku sendiri ke semak-semak kesunyian
Untuk menghasilkan kebebalan yang terus-menerus
Pergumulan asyik yang tak sudah-sudah dengan kebodohan
Menyerah kepada keputus-asaan bersama yang ditutup-tutupi

Aku akan membisikkan sesuatu ke lubuk kesadaranmu
Karena waktu bagimu dalam hidupku sudah hampir habis
Aku sudah tua dan tidak mungkin meneruskan langkah
Yang tanpa pengharapan apa-apa bagi kemajuan hidupmu
Aklu sudah senja dan tidak lagi akan kutaburkan benih-benih
Yang tak kau sirami,tak kau pelihara, bahkan kau injak-injak sendiri
Aku sudah udzur dan tidak sanggup lagi setiap kali menjumpaimu
Terpuruk lagi dan terpuruk kembali di lembah kesengsaraan
Yang disebabkan oleh kemalasan berpikir
dan ketidaksungguh-sungguhanmu sendiri dalam bersikap

Mocopat Syafa'at, 17 Agustus 2001 (PmBNetDok)

Comments

Popular posts from this blog

MATI KETAWA CARA REFOTNASI(4)

Seri PadangBulan (87) MATI KETAWA CARA REFOTNASI Bagian 4 ------------------------------------------------------------------------ Jangan Mau Jadi Akar. Kalau Pohon tak Berbuah Blimbing Tidak ada satu forum, jamaah maupun komunitas rakyat yang tidak bertanya dan menggelisahkan soal lahirnya terlalu banyak partai politik dewasa ini. Saya wajib menjawab sebisa-bisanya. "Begini lho, pohon itu kalau tak ada akarnya kan tidak akan tumbuh. Partai yang akar dukungannya dari rakyat tidak mantap, tentu mati sendiri. Kita harus jadi akar pohon yang mana. Lha selama ini Anda-Anda sudah bertemu dengan parpol yang mana?" "Belum ada." "Belum ada parpol yang bertamu ke rumah Anda?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melamar hati rakyat?" "Belum!!" "Belum ada parpol yang melakukan pendidikan politik langsung di kampung Anda ini?" "Belum!!" Selama Orde Baru kebanyakan Anda menjadi akar pohon besar rindang namun tidak ada buah

BANI ZAHID VAN KAUMAN

Setetes makna dari Al-Quran bisa menjadi tujuh samudera ilmu bagi kehidupan kita. itu pun, kalau kita syukuri: La adzidannakum, akan Kutambah lagi, kata Allah. Lebih dari itu, tetes ilmu itu dengan kehidupan kita terus 'bekerja' untuk menjadi ilmu demi ilmu lagi. Sungguh Allah membimbing kita untuk menjadi 'arif (mengetahui) dan 'alim (mengerti), bahkan 'amil, pekerja dari pengetahuan dan pengertian dari-Nya itu. Maka, di hari kedua 'kopi Al-Quran', bertamulah ke rumah kontrakan saya seorang tua yang saleh. Bersepeda, memakai sarung, berpeci, sehat dan penuh senyum ceria. Betapa kagetnya saya! Sudah beberapa bulan ini saya straumatik' terhadap setiap tamu: begitu ada 'kulo nuwun' Iangsung saya merasa akan ditodong, dirampok, diperas . Tetapi kedatangan abah tua ini terasa sebagai embun yang menetesi ubun-ubun saya. Sambil rnenyalami beliau, saya bertanyatanya dalam .hati: "Pantaskah saya mendapat kehormatan ditamui seorang yang sampai usia s

MOHON BERSABAR

Seri PadangBulan (98) MOHON BERSABAR ------------------------------------------------------------------------ Markas Hamas, Padangbulan, Kiai Kanjeng, Cak Nun, (tempat program-program "Shalawat, Bernyanyi, Pendidikan Politik, Jamaah Ekonomi, Silaturahmi Kebangsaan danKemanusiaan" digodog) memohon dengan sangat para pengundang di bawah ini (yang terdaftar sampai 10 Nopember 1998) bersabar menunggu giliran jawaban. Undangan acara-acara terpaksa dimohon kearifannya untuk diskedul seirama dengan effisien dan effektifnya route perjalanan acara Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng. Setiap lingkaran wilayah dirangkaikan menjadi satu putaran, agar mondar-mandirnya Cak Nun/Hamas/Kiai Kanjeng tidak terlalu boros waktu dan tenaga. Sehari maksimal 5 (lima) acara yang diperhitungkan pembagian waktunya di suatu lingkaran wilayah yang bisa dijangkau. Yang manusiawi sepertinya cukup 3 (acara) dalam sehari. Contoh terakhir (10 Nopember 1998), acara Cak Nun/Kiai Kanjeng/Hamas di Undip, kemudian IAIN &qu